"Kita perbaiki struktur insentif (perpajakan) dari investasi, karena kita ingin melakukan reformasi dari konsumsi ke investasi," katanya dalam jumpa pers sosialisasi kebijakan perpajakan di Jakarta, Kamis.
Menkeu menjelaskan sektor investasi berpotensi memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi, untuk mengurangi beban sektor konsumsi dan menggantikan sektor ekspor yang kinerjanya masih negatif hingga triwulan I-2015.
"Kita mendorong pertumbuhan investasi dari 5 persen-6 persen, menjadi 7 persen-8 persen yang tidak hanya berasal dari swasta, namun dari kombinasi belanja infrsatruktur dan swasta, untuk memperbesar porsi di PDB," katanya.
Upaya yang dilakukan pemerintah ini mengikuti apa yang dicapai oleh Tiongkok, yang dalam beberapa dekade lalu pernah mencapai pertumbuhan double digit, karena kinerja sektor investasi yang luar biasa.
Salah satu pembenahan sektor investasi tersebut, kata Menkeu, adalah dengan menerbitkan peraturan revisi insentif perpajakan "tax allowance" yang bermanfaat untuk menarik investor agar mau menanamkan modalnya di Indonesia.
"Peran konsumsi dalam PDB tetap penting dan merupakan bagian untuk menjaga stabilitas perekonomian. Tapi investasi juga perlu didorong karena ekspor sedang tidak dalam masanya, akibat kondisi global yang melemah dan harga komoditas turun," ujarnya.
Sementara, untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong produksi barang lokal agar sektor konsumsi kembali bergairah, pemerintah juga telah menghapus Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk kelompok barang tertentu dan menyesuaikan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 impor.
"Insentif ini bertujuan untuk membangkitkan gairah industri dalam negeri agar mereka tidak memiliki hambatan psikologis dalam memproduksi barang dan melakukan ekspansi. Selain itu, juga untuk mengurangi kecenderungan masyarakat membeli barang di luar negeri," jelas Menkeu.
Menurut Menkeu, pemerintah harus menyiapkan antisipasi tersebut untuk memperkuat kondisi internal dalam menghadapi perlambatan ekonomi global, yang dampaknya tidak hanya terasa di Indonesia, namun juga di berbagai negara berkembang lainnya.
"Kita mencari cara untuk mengatasinya. Kita tidak bilang (ekonomi) baik-baik saja, tapi selalu melihat permasalahan dan mengatasinya. Kita jaga supaya pertumbuhan tidak turun lebih dalam lagi dan memastikan pencairan anggaran (belanja infrastruktur) berjalan lancar," ungkapnya.
Untuk itu, ia mengaku tidak terlalu khawatir apabila beberapa lembaga multilateral mulai merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2015, karena realitanya ekonomi dunia sedang memasuki masa-masa ketidakpastian.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015