Washington (ANTARA News) - Persis seperti manusia, simpanse dapat tersenyum tanpa mengeluarkan suara tertawa, demikian hasil studi baru, yang disiarkan pada Rabu.
Temuan baru itu, yang disiarkan di jurnal AS "PLOS ONE", menyatakan komunikasi simpanse lebih mirip dengan tindakan manusia jika dibandingkan dengan yang diketahui selama ini.
"Manusia memiliki keluwesan untuk memperlihatkan senyum mereka dengan dan tanpa berbicara atau tertawa," kata penulis utama studi tersebut Marina Davila-Ross dari University of Portsmouth, Inggris, dalam satu pernyataan.
"Kemampuan untuk secara luwes menggunakan ekspresi wajah ini memungkinkan kita berkomunikasi dengan cara yang lebih khusus dan luwes. Tapi setakat ini, kita tidak mengetahui simpanse juga bisa secara luwes menghasilkan ekspresi wajah yang bebas dari kata-kata mereka," kata Davila-Ross, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis siang.
Di dalam studi baru tersebut, Davila-Ross dan rekannya membuat film 46 simpanse di Chimfunshi Wildlife Orphanage di Zambia dan menggunakan sistem kode aksi wajah yang disebut ChimpFACS untuk mengukur gerakan wajah halus mereka.
Studi itu memperlihatkan simpanse memproduksi 14 jenis "wajah tertawa" ketika suara tawa dihasilkan seperti saat tak ada suara yang dikeluarkan.
Terlebih lagi, studi tersebut menunjukkan eskpresi wajah ditambah "kata-kata", serta ekspresi wajah saja, digunakan secara berbeda dalam permainan sosial, misalnya, ketika terjadi kontak fisik dengan teman bermain dan ketika mencocokan wajah mulut-terbuka teman bermain.
Temuan itu membuat para peneliti menyatakan, "Wajah tertawa pada manusia dipastikan secara bertahap telah muncul dari wajah tertawa mulut-terbuka pada monyet leluhur."
Namun, masih ada perbedaan penting antara manusia dan "kera leluhur manusia", kata Davila-Ross.
"Simpanse hanya jarang memperlihatkan kerutan di pinggir mata ketika tertawa, tapi ciri ini seringkali terlihat pada manusia yang tertawa. Lalu, itu disebut tawa Duchenne, yang memiliki dampak sangat khusus pada pendengar manusia," kata wanita ilmuwan tersebut.
(C003/B002)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015