99,98 persen struktur dunia usaha itu UMKM, jadi hanya 0,02 persen yang pengusaha besar, tapi kredit perbankan 90 persen jatuh pada yang pengusaha besar kan, ini tidak sehat."
Jakarta (ANTARA News) - Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Didin S Damanhuri mengatakan perbankan harus dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk mendorong keuangan inklusif dan pertumbuhan ekonomi.
"Yang menggenjot pertumbuhan ekonomi itu para pelaku usaha salah satunya disamping pemerintah dan konsumsi masyarakat," katanya dalam Kajian Tengah Tahun Indef atau Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan yang bertemakan "Kredibilitas Kebijakan di Persimpangan," Gedung IPMI International Business School, Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan selama ini perbankan belum mengoptimalkan penyaluran kredit pada pelaku UMKM dan hanya cenderung mengakomodasi kebutuhan pembiayaan pengusaha skala besar.
Padahal, menurutnya, pelaku UMKM merupakan investor terbesar di dalam struktur ekonomi sehingga jika tidak ada dukungan pada pelaku UMKM maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
"99,98 persen struktur dunia usaha itu UMKM, jadi hanya 0,02 persen yang pengusaha besar, tapi kredit perbankan 90 persen jatuh pada yang pengusaha besar kan, ini tidak sehat," ujarnya.
Selama ini, lanjutnya, perbankan hanya menyasar pelaku bisnis berskala besar dan kurang melirik pelaku UMKM sehingga mereka masih sulit mengakses pembiayaan kredit.
"Perbankan kita itu maunya yang agunan jelas, korporasi besar, perbankan tidak high risk, perbankan kita tidak kreatif untuk menyalurkan dana pihak ketiga seperti kredit motor," ujarnya.
Menurutnya, perbankan harus lebih kreatif dalam menyalurkan dana pihak ketiga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari sektor UMKM
"Padahal potensi untuk pariwisata, untuk pertanian dan lainnya yang multiplier effectnya itu sangat besar justru tidak dialokasikan ke riil karena mereka (perbankan) tidak kreatif, perbankannya sendiri tidak berani menanggung risiko tidak enterpreneurial," tuturnya.
Ia mengatakan pelaku UMKM juga dilihat sebagai investor yang mempunyai porsi dominan dalam struktur dunia usaha.
"UMKM itu investor. Sering kali kita tidak mengganggap, sering kali investor yang kita anggap itu asing dan besar padahal 99,98 persen pengusaha kita terdiri dari UMKM," ujarnya.
Jika pembiayaan telah menjangkau seluruh pelaku UMKM itu maka pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 7-8 persen.
"Sekarang ini mengapa sulit sekali karena sedikit pelakunya dan impact (dampak) pada kesempatan kerja sangat kecil, karena lebih perbankan cenderung ke korporasi besar," katanya.
Ia mengatakan jika perbankan memfasilitasi pembiayaan pada sektor UMKM maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih adil, merata, berkelanjutan dan berkualitas.
Ia mencontohkan negara yang memiliki perekonomian berkelanjutan dengan mendorong pertumbuhan UMKM seperti Taiwan yang secara menyeluruh didukung UMKM.
Kemudian, Thailand yang bertahan di tengah perlambatan ekonomi global dengan sektor pertanian yang kuat dan Malaysia yang menggerakkan sektor UMKM dan pertanian bertumbuh.
Ia mengatakan suku bunga dari pinjaman yang diberikan negara Taiwan dan Malaysia dapat berada di bawah lima persen di mana Indonesia saat ini memiliki suku bunga acuan yang lebih tinggi yakni 7,5 persen.
Ia mengatakan perbankan dalam mewujudkan keuangan inklusif tercermin dari pembiayaan pada sektor UMKM agar keuangan inklusif tidak sekadar menjadi wacana.
"Jadi kita harus friendly (ramah) pada mereka (pelaku UMKM)," katanya.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015