Jakarta (ANTARA News) - Ketua MPR, Hidayat Nurwahid, berpendapat kecelakaan beruntun pada moda transporasi udara, laut dan darat (KA) mungkin disebabkan buruknya manajemen dan kualitas alat transportasi dan terlalu percaya diri para operator mencermati keadaan, termasuk perkembangan cuaca.
"Menhub pasti tidak mungkin melakukan pengecekan terhadap setiap kereta api atau pesawat udara, dan kapal, karena hal itu bukan tugas Menhub. Tetapi Menhub pasti sudah memberi arahan dan prinsip-peinsip apa yang harus dilakukan untuk keselamatan transportasi," katanya di Jakarta, Rabu.
Yang perlu diperhatikan adalah kesiapan dan kualitas alat-alat transportasi yang beroperasi di Indonesia, apakah sudah benar-benar layak dan bisa mengantisipasi keadaan cuaca atau belum.
"Sudah jelas bahwa kita berada di negara dengan geografi seperti ini. Ada banjir, ada hujan, mengapa tidak ada upaya maksimal terhadap kualitas alat transformasi kita," katanya.
Kereta api ada yang anjlok, kapal tenggelam, pesawat tergelincir dan ada hilang belum ditemukan, semuanya itu menunjukkan ada yang tidak beres dalam manajemen pengelolaan transportasi.
"kita tahu pesawat-pesawat komersial itu adalah pesawat yang usianya sudah tua dan di sini digunakan sangat luar biasa. Pesawat-pesawat itu mungkin saja sesungguhnya tidak laik terbang," katanya.
Ketika ditanya siapa yang paling bertanggung jawab atas musibah trasportasi di Indonesia, apakah Departemen Perhubungan kurang menerapkan regulasi secara tegas, Nurwahid menyatakan Dephub mungkin sudah menggariskan prinsip-prisip keselamatan.
"Menhub merupakan pihak yang harus menemukan titik krusial itu ada di mana," katanya.
Dalam kaitan ini, DPR bisa mempertanyakan kepada Menhub apakah sudah menerapkan regulasi secara tegas atau belum. "Menurut saya, tidak produktif apabila kita terjebak pada upaya mencari kambing hitam. Lebih baik mencari solusi konkret dan produktif agar kesalahan tidak terulang lagi," katanya.
Nurwahid mengemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentu selalu mengevaluasi kinerja menteri-menterinya. (*)
Copyright © ANTARA 2007