"Penguatan rupiah hanya bersifat teknikal, itu wajar karena pada perdagangan hari sebelumnya rupiah mengalami tekanan cukup dalam," ujar Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta.
Namun, menurut dia, penguatan rupiah dapat lebih tinggi jika di dalam negeri muncul sentimen positif seperti tingkat inflasi yang tidak tinggi menjelang bulan puasa dan Lebaran. Jika pemerintah tidak menjaga inflasi maka rupiah berpotensi kembali mengalami tekanan.
Di sisi lain, lanjut dia, Bank Indonesia (BI) yang masih terus melakukan intervensi di pasar uang untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dinilai cukup baik.
Sementara itu, Kepala Riset PT Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra mengatakan bahwa indeks dolar AS bergerak melemah terhadap sebagian mata uang dunia seiring dengan adanya keluhan dari Presiden Barack Obama mengenai penguatan mata uang AS, kondisi itu dinilai dapat menghambat perekonomian AS ke depan.
Di sisi lain, lanjut dia, pelemahan dolar AS juga dibantu oleh Yunani yang mulai menunjukkan keinginan untuk berkompromi dengan para krediturnya untuk mendapatkan dana talangan utang. Perkembangan negosiasi itu akan tetap menjadi pusat perhatian para pelaku pasar.
"Rupiah mulai mengurangi sedikit kerugiannya, dibantu oleh aksi jual dolar AS oleh pelaku pasar asing di dalam negeri," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa (9/6) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.362 dibandingkan hari sebelumnya (5/6) Rp13.360.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015