"Rasa kopi yang enak ini salah satunya merupakan dampak positif dari peralihan penggunaan pupuk dari kimia ke pupuk organik," katanya di Semarang, Selasa.
Pihaknya optimis, dengan cita rasa yang dimilikinya, kopi Gunung Keli ini akan mampu bersaing di pasar internasional. Bahkan, diakuinya, sudah banyak eksportir yang tertarik untuk menjual kopi tersebut.
"Memang saat ini sudah ada beberapa eksportir kopi dari Indonesia yang menyalurkan kopi Gunung Kelir ke sejumlah negara di antaranya ke Korea dan Jepang," katanya.
Sementara itu, untuk terus meningkatkan volume panen, pihaknya terus mengarahkan para petani agar merawat tanaman kopi lebih baik lagi.
"Salah satunya dengan mengganti pupuk, dan sejauh ini ternyata sangat berdampak di cita rasa kopi. Apalagi dari sisi persediaan, pupuk organik lebih mudah diperoleh," katanya.
Meski demikian, pihaknya tetap memberikan pembinaan kepada para petani kopi agar memiliki keahlian yang lebih baik dalam merawat dan mengelola hasil panen kopi.
Dalam hal ini, pihaknya menggandeng sejumlah pihak yang sudah hafal dengan karakteristik komoditas kopi. Dengan begitu, pihaknya berharap produktivitas dapat meningkat minimal 10 persen setiap tahunnya.
"Saat ini, luas lahan untuk kopi Gunung Kelir mencapai 3.500 hektar, sedangkan volume panen mencapai 600 ton/tahun. Harapannya ini dapat meningkat seiring dengan semakin baiknya pengelolaan pascapanen yang dilakukan oleh para petani," katanya
Pewarta: Aris Wasita Widiastuti
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015