London (ANTARA News) - Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Malala Yousafzai, Senin, mendesak para pemimpin Myanmar untuk mengambil "tindakan segera" guna mencegah penganiayaan terhadap Muslim Rohingya di negara itu, yang sebagian besar dianggap oleh pemerintah menjadi imigran ilegal.
Pegiat berusia 17 tahun yang ditembak oleh milisi di negara asalnya Pakistan karena berkampanye untuk hak-hak perempuan itu mengatakan bahwa Rohingya pantas memperoleh "hak dan peluang yang sama" dan menyeru mereka untuk diintegrasikan ke dalam negara itu.
"Saya menyerukan kepada pemimpin Myanmar dan dunia untuk segera mengambil tindakan untuk menghentikan penganiayaan tidak manusiawi dari Burma (Myanmar) kepada kelompok minoritas Muslim Rohingya," kata Malala.
"Rohingya layak memiliki kewarganegaraan di negara tempat mereka lahir dan telah hidup selama beberapa generasi, "tambah remaja itu, yang memenangkan hadiah Nobel tahun lalu untuk kegiatannya.
"Hari ini dan setiap hari, saya bersama dengan warga Rohingya, dan saya mendorong orang di seluruh tempat untuk melakukannya. "
Myanmar menganggap Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh, dan memberlakukan sejumlah pembatasan bagi mereka, seperti ukuran keluarga, gerakan dan akses ke pekerjaan.
Sebagian besar dari 1,3 juta warga Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan dan puluhan ribu orang telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine yang miskin setelah kekerasan komunal mematikan pada tahun 2012 yang memicu krisis imigran.
Runtuhnya jalur perdagangan manusia transnasional menyusul penumpasan di Thailand telah membuat lebih sulit bagi warga Rohingya melarikan diri dari penganiayaan, dan banyak dari mereka berakhir di kamp-kamp di wilayah terpencil di dekat perbatasan Myanmar-Bangladesh.
Malala diterbangkan ke Inggris untuk menjalani perawatan setelah kelompok Taliban Pakistan mencoba membunuhnya pada Oktober 2012, dan sekarang tinggal di London dengan keluarganya. Demikian laporan AFP.
(Uu.G003)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015