Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin sore bergerak melemah sebesar 90 poin menjadi Rp13.380 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.290 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova di Jakarta, Senin mengatakan bahwa faktor eksternal menjadi salah satu sentimen utama yang menekan mata uang rupiah terhadap dolar AS.
"Belum selesainya penyelesaian utang Yunani masih menjadi faktor negatif yang mempengaruhi mata uang di negara-negara berkembang, termasuk rupiah," katanya.
Selain itu, lanjut dia, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh data tenaga kerja Amerika Serikat yang naik, kondisi itu membuat spekulasi di pasar keuangan bahwa bank sentral AS (the Fed) akan menaikan suku bunga acuannya pada tahun ini.
"Spekulasi itu yang mendorong investor pasar uang untuk menarik asetnya dari negara berkembang menuju ke Amerika Serikat," katanya.
Dari dalam negeri, lanjut dia, cadangan devisa Indonesia yang kembali turun pada Mei 2015 menjadi 110,77 miliar dolar AS dari bulan sebelumnya 110,86 miliar dolar AS menambah sentimen negatif bagi mata uang rupiah.
"Secara domestik dan global sentimennya cenderung negatif, sehingga hampir semua mata uang negara berkembang juga mengalami penurunan," katanya.
Kepala Riset PT Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra mengatakan bahwa dolar AS masih mempertahankan penguatannya di sesi Asia karena data "non farm payroll" Amerika Serikat melonjak sebesar 280.000 pada bulan Mei, itu adalah kenaikan terbesar sejak Desember 2014.
"Data itu memicu ekspektasi untuk kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve sebelum akhir tahun ini. Bahkan muncul spekulasi the Fed mungkin akan menaikan suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin (8/6) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.360 dibandingkan hari sebelumnya (5/6) Rp13.288.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015