KRI Banda Aceh (ANTARA News) - Ekspedisi Nusantara Jaya yang berlayar menggunakan kapal KRI Banda Aceh menjadi cikal bakal program tol laut yang diharapkan Presiden Joko Widodo dapat dimulai secara penuh secepatnya.
Komandan Satuan Tugas tim Ekspedisi, Letnan Kolonel (P) Heri Prihartanto kepada Antara di KRI Banda Aceh yang sedang melayari perairan Sulawesi dengan kecepatan 10 knots, Minggu siang, mengatakan ekspedisi ini telah menjadi embrio pelaksanaan tol laut dengan memangkas jalur distribusi barang yang dibawa dari Jakarta dan Makassar ke pulau-pulau sekitar Sulawesi.
Kemudian, kata dia, konsep tol laut akan diteruskan hingga ke pelabuhan di Sorong, Kepulauan Saumlaki, dan Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Untuk perjalanan yang sedang berlangsung di perairan Sulawesi ini, Letkol Heri mengatakan, bantuan dari Bank Indonesia telah disalurkan dari KRI Banda Aceh sebagai kapal induk, ke berbagai wilayah di Makassar, termasuk Pulau Kodingareng.
"Kita memiliki armada yang besar. KRI Banda Aceh sebagai kapal induk berkoordinasi dengan berbagai lembaga, termasuk BI, untuk menyalurkan bantuan ke daerah-daerah menggunakan kapal yang lebih kecil atau kendaraan lain," kata dia.
Saat singgah di Pelabuhan Makassar dari Kamis (4/6) hingga Minggu pagi (7/6), BI dibantu TNI AL, Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan ratusan relawan tim Ekspedisi telah mendistribusikan bantuan berupa bahan makanan pokok, sarana pendidikan dan kesehatan, serta juga layanan penukaran uang dan sosialisasi penggunaan uang rupiah.
Bantuan tersebut telah didistribusikan melalui Pelabuhan Soekarno Hatta, Makassar. Satu kapal kecil milik KRI Banda Aceh telah membawa alat belajar, sarana pendidikan dan kesehatan, serta alat pemancar berteknologi "solar cell" ke Pulau Kodingareng, Makassar.
Asisten Direktur Departemen Pengelolaan Uang BI Dandy Indarto Seno mengatakan, lokasi sasaran berikutnya adalah daerah-daerah terpencil di sekitar Sorong, Papua. Namun, kepastian daerah tersebut masih harus dirapatkan dengan pihak TNI AL, Kementeriaan Koordinator Kemaritiman, dan Kementerian Pemuda dan Olahrga.
"Kita juga masih menjalin koordinasi dengan pihak pemerintah setempat agar operasi ini dapat berjalan efisien dan efektif," kata Dandy.
Total modal yang dibawa BI untuk penukaran uang sebesar Rp15 miliar.
Ekspedisi ini juga melibatkan sekitar 220 relawan yang bertambah dari jumlah 183 relawan saat berlayar dari Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, 1 Juni 2015 lalu.
Salah satu relawan adalah mahasiswa Universitas Khairun, Ternate, Amsi Baba (21).
Amsi yang berdomisili di Pulau Morotai, Halmahera, mengharapkan KRI Banda Aceh ini juga dapat singgah di pelabuhan besar yang dekat dengan Morotai. Hal itu, lanjut dia, karena kualitas konektivitas Morotai cukup buruk.
Oleh karena itu, kata dia, harga bahan makanan dan biaya hidup lainnya di Pulau itu cukup mahal.
"Beras satu sak di Morotai mencapai Rp300 ribu. Makan satu porsi dengan nasi dan ayam di tempat makan biasa mencapau Rp25 ribu. Untuk transportasi ke Ternate dari Morotai bisa naik kapal langsung, tapi harganya sampai Rp175 ribu, dan lama perjalanannya delapan jam," ujar dia.
KRI Banda Aceh dalam ekspedisi ini telah berlayar dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada 1 Juni lalu. Rute pelayaran dari Jakarta menuju Makassar, Sorong, Saumlaki, Kupang, dan kembali ke Jakarta pada 26 Juni 2015.
Menurut rencana, ekspedisi ini akan melewati 22 provinsi dan 12 pulau terpencil di berbagai wilayah perbatasan.
Sekedar informasi, KRI Banda Aceh merupakan kapal yang dibuat BUMN Indonesia PT. PAL pada 2010. Kapal bertipe Landing Platform Dock ini memiliki panjang 125 meter, dan lebar 22 meter dengan kecepatan maksimum 14 knots.
KRI Banda Aceh juga dikenal sebagai salah satu kapal TNI AL yang berhasil mengevakuasi korban-korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501, yang jatuh di Selat Karimata, Desember 2014 lalu.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015