Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat sore bergerak menguat tipis sebesar satu poin menjadi Rp13.280 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.281 per dolar AS.
Kepala Riset PT Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra di Jakarta, Jumat mengatakan bahwa berita mengenai Yunani yang akan melakukan penundaan pembayaran utang ke lembaga dana moneter internasional (IMF) membuat kekhawatiran di pasar keuangan global, termasuk Indonesia.
"Faktor itu membuat penguatan rupiah terhadap dolar AS cenderung tertahan," katanya.
Menurut dia, mata uang dolar AS berpotensi kembali bergerak menguat terhadap rupiah ke depan seiring dengan data penggajian (payroll) non pertanian Amerika Serikat versi pemerintah diprediksi meningkat. Data itu biasanya akan menjadi penggerak pasar keuangan Amerika Serikat karena terkait dengan potensi kenaikan suku bunga acuan AS (Fed fund rate).
"Angka yang sesuai perkiraan berpotensi memberikan sentimen positif mengenai kesehatan ekonomi AS," katanya.
Selain data penggajian non pertanian, ia menambahkan bahwa data rata-rata pendapatan per jam di AS pada bulan Mei juga akan menjadi perhatian pasar. Data itu berkaitan dengan potensi inflasi.
"Bila rata-rata pendapatan meninggi, inflasi berpotensi naik dan sebaliknya. Kenaikan tingkat inflasi AS akan membuka peluang kenaikan suku bunga acuan AS semakin kuat," katanya.
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova menambahkan bahwa sentimen positif dari dalam negeri belum banyak beredar sehingga potensi rupiah kembali bergerak ke area negatif cukup terbuka.
"Banyak ketidakpastian di dalam negeri, dari eksternal pun sentimennya cenderung menopang dolar AS," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat (5/6) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.288 dibandingkan hari sebelumnya (4/6) Rp13.243.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015