Faktor bulan puasa dan Lebaran diperkirakan menyumbang inflasi yang tinggi pada tahun ini
Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi, bergerak menguat sebesar sembilan poin menjadi Rp13.272 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.281 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova di Jakarta, Jumat, mengatakan faktor teknikal menjadi salah satu penahan bagi mata uang rupiah untuk tidak tertekan lebih dalam menyusul maraknya sentimen negatif yang beredar di pasar keuangan global.
"Dolar melemah tipis terhadap rupiah di pasar valas domestik, sebagian investor ada yang memanfaatkan kenaikan sebelumnya untuk ambil untung," katanya.
Kendati demikian, menurut dia, penguatan rupiah hanya bersifat jangka pendek menyusul belum adanya kesepakatan penyelesaian utang Yunani. Selain itu, menurunnya angka klaim pengangguran Amerika Serikat akan menjadi penopang bagi dolar AS ke depannya.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis menyampaikan bahwa dalam pekan yang berakhir 30 Mei angka pendahuluan disesuaikan secara musiman untuk klaim pengangguran awal mencapai 276.000, turun 8.000 dari tingkat direvisi pekan sebelumnya. Perkiraan terbaru itu sejalan dengan perkiraan pasar.
"Selanjutnya, pelaku pasar menunggu laporan penggajian (payroll) non pertanian Amerika Serikat yang sedianya akan dirilis pada Jumat (5/6) waktu setempat. Data yang menunjukan kenaikan akan mendorong dolar AS kembali bergerak naik lebih tinggi," katanya.
Dari dalam negeri, ia menambahkan bahwa sentimen negatif di sektor keuangan juga masih mendominasi seiring dengan perkiraan inflasi ke depan masih cukup tinggi di dalam negeri.
"Faktor bulan puasa dan Lebaran diperkirakan menyumbang inflasi yang tinggi pada tahun ini," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015