Jakarta (ANTARA News) - Pengamat hukum penerbangan, Kamis Martono, menduga bahwa jatuhnya pesawat Adam Air di Pegunungan Rangoan, Matanga, Polewali Mandar, Sulbar, Senin petang (1/1) lantaran faktor alam, yakni tersedot kantung udara (air pocket) ketika pesawat terbang pada ketinggian rendah. "Kesalahannya, pesawat hanya terbang 8.000 kaki yang seharusnya 35.000 kaki. Karena itu kemungkinan besar kecelakaan karena `air pocket`," katanya di Jakarta, Selasa. Dia mengatakan "air pocket" atau biasa disebut kantung udara adalah sebuah tempat yang memiliki tekanan udara sangat kuat yang bisa tiba-tiba menyedot pesawat yang terbang rendah, sehingga pesawat dapat terlempar ke atas atau ke bawah. Menurut dia, faktor cuaca buruk saat ini juga mendukung terjadinya kecelakaan pesawat Adam Air. Daerah Matanga, Polewali Mandar tersebut memiliki karakter hampir sama dengan daerah Masalombo yang terdapat kantong udara yang membahayakan penerbangan. "Kalau mereka cermat, kecelakaan ini tentu dapat dihindari. Bulan Januari adalah saat yang rawan untuk penerbangan," ujar dia. Dia mengatakan kecelakaan kali ini mirip dengan kejadian beberapa kecelakaan pesawat dan helikopter pada tahun 1960-an, yang jatuh karena tersedot kantung udara di daerah Masalombo. Daerah ini juga memiliki kesamaan dengan Segitiga Bermuda. Kamis mengatakan, daerah Polewali Mandar ini memiliki kesamaan juga dengan daerah Segitiga Bermuda di Amerika yang memiliki tekanan sangat kuat sehingga dapat menyedot setiap kapal yang melalui daerah tersebut. Menurut Kamis Martono, ketinggian terbang pesawat Adam Air yang jatuh di Polewali Mandar, Sulbar, tidak sesuai dengan syarat terbang jelajah. Terbang jelajah seharusnya berada di ketinggian 35.000 kaki sehingga penerbangan akan aman. "Terbang jelajah memang harus tinggi agar tidak terkena `air pocket`. Kemungkinan kecelakaan 0 persen jika pesawat terbang di ketinggian 35.000 kaki," ujar Kamis. Dia mengatakan, dari pengalaman jika terbang jelajah tetap berada di ketinggian 35.000 kaki kemungkinan kecelakaan bisa diabaikan.(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007