Beijing (ANTARA News) - Beijing akan menerapkan aturan larangan merokok di restoran, kantor dan transportasi publik mulai Senin (1/6) sebagai bagian dari pembatasan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya yang disambut oleh para pendukung gerakan anti-tembakau.
Berdasarkan aturan itu, siapa pun di ibu kota Tiongkok yang melanggar larangan, yang meliputi merokok di dekat sekolah dan rumah sakit, harus membayar 200 yuan (32,25 dolar AS). Denda yang berlaku sekarang, yang jarang diberlakukan, hanya 10 yuan (1,60 dolar AS).
Siapapun yang melanggar aturan tiga kali akan disebutkan namanya dan dipermalukan di laman pemerintah. Dan bisnis yang terlibat bisa didenda sampai 10.000 yuan (1.600 dolar AS) karena gagal menerapkan aturan larangan merokok di tempat mereka.
"Pegawai restoran punya tugas mengimbau orang untuk tidak merokok," kata Mao Qunan dari Komisi Kesehatan dan Keluarga Berencana Nasional.
"Jika mereka tidak mengikuti imbauan, maka penegak hukum akan memperkarakan mereka."
Pemerintah juga tidak akan lagi mengizinkan rokok dijual ke toko-toko dalam radius 100 meter dari sekolah dasar dan taman kanak-kanak menurut media pemerintah.
Merokok merupakan krisis kesehatan utama di Tiongkok, tempat lebih dari 300 juta perokok menjadikannya sebagai bagian dari struktur sosial, dan jutaan lebih orang terpapar asap rokok. Separuh lebih perokok di Tiongkok membeli rokok dengan harga kurang dari lima yuan (80 sen AS) per bungkus.
Parlemen bulan lalu mengesahkan undang-undang yang melarang iklan rokok di media massa, tempat umum di transportasi publik dan di luar ruang. Banyak kota-kota Tiongkok telah melarang merokok di tempat umum, tapi penegakannya masih lemah.
Spanduk merah cerah, yang biasanya digunakan untuk menampilkan slogan-slogan pemerintah, telah dipasang di sekitar Beijing dengan pesan anti-merokok. Kota itu juga telah membentuk layanan pengaduan lewat telepon, yang menerima laporan pelanggaran, menurut harian China Daily.
Menurut laporan radio pemerintah, nama-nama orang dan perusahaan yang melanggar aturan lebih dari tiga kali akan diunggah ke laman pemerintah selama satu bulan.
Pendukung anti-tembakau menyatakan mereka lebih percaya pada niat pemerintah untuk menegakkan larangan setelah pemberlakuan serangkaian kebijakan yang lebih keras dalam beberapa bulan terakhir, termasuk pajak tembakau yang lebih besar.
"Kami tidak bisa menyebut ini sebagai hukum terkuat di dunia, " kata Angela Pratt dari Inisiatif Dunia Tanpa Tembakau Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
"Tapi aturan ini sudah pasti termasuk dalam jajaran aturan kuat, di situ tidak ada pengecualian, tidak ada yang terkecuali dan tidak ada celah pada kebutuhan larangan merokok dalam ruangan," demikian seperti dilansir kantor berita Reuters. (Uu.G003)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015