Perlu dipahami bahwa jujur merupakan sebuah karakter yang dapat membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,"
Kudus (ANTARA News) - Pelajar di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, diminta untuk membiasakan diri bersikap jujur karena sangat dibutuhkan dalam membangun karakter bangsa, kata Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kudus Jati Solechah.
"Perlu dipahami bahwa jujur merupakan sebuah karakter yang dapat membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," ujarnya ketika menghadiri dialog "Membangun Kader Kesetiakawanan Sosial Berkarakter Indonesia" di SMP Negeri 1 Jati Kudus, Sabtu.
Selain menekankan sikap jujur, Jati Solechah juga meminta para siswa yang masih duduk di bangku SMP itu untuk tidak bersikap konsumtif.
Ia menganggap, sikap jujur dan berperilaku hemat merupakan salah satu ciri generasi yang berkarakter yang dibutuhkan bangsa ini untuk menjadi motor dalam membangkitkan nasionalisme bangsa.
Pembicara lainnya, Purwanto yang merupakan pendidik di SMPN 1 Jati memberikan materi soal rasa cinta siswa terhadap bangsa ini bisa dimulai dari hal-hal yang kecil yangsering terjadi di sekitar lingkungan rumah, sekolah dan tempat bermain.
Bentuk cinta terhadap bangsa, kata dia, untuk siswa bisa dimulai dengan belajar yang rajin agar berprestasi sehingga membawa nama baik bagi sekolah, syukur bisa berprestasi hingga tingkat nasional.
Ia menjelaskan, bahwa sekolah merupakan tempat paling tepat untuk membangun generasi muda yang nantinya akan menerima estafet generi tua.
Generasi muda, kata dia, merupakan generasi kelas menengah yang menentukan perubahan penting di negeri ini, setelah sebelumnya Indonesia ditentukan oleh beberapa generasi pendahulu, sehingga jangan disia-siakan perjuangan mereka.
Muh Zaini yang merupakan guru dari SMK Duta Karya sekaligus teaterawan menambahkan, untuk mengubah suatu bangsa bisa dimulai dari kelas di sekolah.
Pasalnya, kata dia, di dalam kelas dipastikan banyak hal yang berbeda, mulai dari sikap, warna kulit dan kebiasaan sehari-hari dari masing-masing siswa.
Apabila perbedaan selalu dipertentangkan, kata dia, negara ini justru akan runtuh, demikian halnya di dalam kelas ketika satu sama lain saling mempertentangkan perbedaan yang ada situasinya tentu tidak kondusif.
Kalaupun ada rasa benci, dia menyarankan, untuk diolah menjadi rasa cinta.
Demikian halnya, kata dia, ketika ada perbedaan pendapat dengan teman sekelas, melainkan disepakati bersama dicari solusi terbaik.
"Jika memaknai Bhinneka Tunggal Ika dengan benar, tentunya potensi gesekan antar sesama bisa diminimalkan," ujarnya.
Pada prinsip Bhinneka Tunggal Ika, kata dia, tidak mencari kesalahan, melainkan dicari titik temu.
Ia menambahkan, kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecahan bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinergi menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa.
Pewarta: Akhmad NL
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015