Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan segera merumuskan posisi Indonesia dalam perundingan Post-Bali Work Programme (PBWP) di World Trade Organization (WTO), yang diharapkan bisa disetujui pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-10, di Nairobi, Kenya.
"Pemerintah Indonesia tetap tegas untuk menempatkan pertanian sebagai sektor strategis dalam perundingan putaran Doha," kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, saat menyampaikan sambutan pada International Workshop on Post Bali Work Programme di Jakarta, Jumat.
Rachmat menjelaskan, penempatan sektor pertanian sebagai sektor strategis pada Doha Development Agenda (DDA) tersebut dikarenakan sektor itu masih menjadi sumber mata pencaharian bagi mayoritas tenaga kerja di Indonesia, sebagai penjamin ketahanan pangan, dan juga sebagai penyedia bahan baku industri.
"Penguatan sektor pertanian juga akan berdampak positif bagi upaya pengentasan kemiskinan dan mitigasi dampak perubahan iklim," ujar Rachmat.
Pembahasan PBWP tersebut merupakan upaya WTO sebagai gerbang bagi penyelesaian perundingan Putaran Doha. PBWP juga merupakan salah satu keputusan dalam KTM ke-9 di Bali, yang sesungguhnya diharapkan rampung pada Desember 2014 lalu.
Namun, kesepakatan untuk merampungkan PBWP tersebut masih sulit tercapai terkait isu apa saja yang akan diprioritaskan. Dalam Pertemuan Special General Council WTO pada November 2014 lalu menyepakati pengunduran tenggat waktu menjadi Juli 2015.
Sampai saat ini para perunding masih berusaha keras agar perumusan paket PBWP dapat disepakati sesuai tenggat waktu, agar dapat disahkan dalam KTM ke-10 di Nairobi dan selanjutnya menjadi landasan atau modalitas penyelesaian DDA sesegera mungkin.
Selama ini, perbedaan posisi antara negara maju dan negara berkembang dinilai menjadi penghambat penyelesaian perundingan DDA yang dimandatkan oleh KTM ke-4 WTO di Doha November 2001 silam.
"Dalam perundingan, kita harus menjaga kepentingan nasional dan dalam pasar bebas harus saling menguntungkan," ujar Rachmat.
Rachmat menjelaskan, masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan masih banyak, dan dalam perundingan tersebut pihaknya menginginkan negara maju tidak hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar saja.
Paket Bali yang telah disepakati beberapa waktu lalu, merupakan paket pertama yang disepakati semenjak mandeknya perundingan DDA pada 2001 lalu. Dan di dalam Paket Bali tersebut mencakup Perjanjian Fasilitasi Perdagangan, dan juga Keputusan Menteri dalam Stok Pangan Masyarakat untuk Tujuan Ketahanan Pangan (Ministerial Decision on Public Stockholding for Food Security Purposes).
Selain itu di sektor pertanian juga tertuang ketentuan mengenai jenis-jenis subsidi yang termasuk ke dalam pelayanan umum. Sementara di sektor pembangunan dengan pembentukan lembaga yang memonitor pelaksanaan ketentuan WTO di bidang pembangunan, serta isu-isu Least Developed Countries (LDCs) atau negara-negara kurang berkembang.
Paket Bali mengenai Ministerial Decision on Public Stockholding for Food Security Purposes memberi keleluasaan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk memberikan subsidi bagi ketersediaan pangan yang murah bagi rakyat miskin tanpa khawatir digugat di Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) WTO.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015