Yang Budi Gunawan praperadilannya diloloskan karena dianggap bukan penegak hukum, Ilham karena bukti-bukti KPK hanya berupa foto kopi, dan Hadi Poernomo karena status penyidik KPK dianggap tidak sah."
Yogyakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung perlu segera mengeluarkan standar pelaksanaan sidang praperadilan dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum, kata seorang akademisi.
"Agar pemeriksaan praperadilan tidak terkesan beda-beda perlu dibuatkan standar bisa melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma)," kata dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar di Kampus UGM Yogyakarta, Jumat.
Dalam diskusi publik bertema "Eksaminasi Putusan Praperadilan Budi Gunawan dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi Pasca Putusan MK Nomor 21/PUU-X/2014" itu, Zainal menilai mekanisme pemeriksaan dalam praperadilan mulai dari yang diajukan oleh Komjen Pol Budi Gunawan, Mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, hingga Hadi Poernomo sama sekali tidak memiliki standar satu sama lain.
"Yang Budi Gunawan praperadilannya diloloskan karena dianggap bukan penegak hukum, Ilham karena bukti-bukti KPK hanya berupa foto kopi, dan Hadi Poernomo karena status penyidik KPK dianggap tidak sah," kata dia.
Mengacu pada mekanisme pemeriksaan objek praperadilan tiga kasus tersebut, menurut Zainal, menunjukkan bahwa tidak ada standar yang baik dalam hukum acara pidana praperadilan.
Seharusnya, kata dia, Mahkamah Agung (MA) dapat merespons keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merombak ketentuan Pasal 77 huruf a KUHAP tentang objek praperadilan dan sejumlah pasal lain di dalam KUHAP tentang bukti permulaan yang cukup.
Menurut dia, standar tersebut misalnya mengatur kualifikasi hakim praperadilan, batas waktu pelaksanaan praperadilan, hingga objek dalam pemeriksaan praperadilan.
"Selama ini terkesan berubah-ubah dari praperadilan satu dengan yang lainnya, karena memang tidak ada standarisasinya," kata Zainal.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015