"Bank Indonesia yang masih berkomitmen untuk selalu berada di pasar valas domestik agar volatilitas rupiah tidak terlalu tinggi menjelang rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) di pertengahan Juni mendatang," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Kamis.
Secara umum, lanjut dia, dolar AS masih berpotensi untuk terus bergerak menguat seiring dengan mulai membaiknya data ekonomi Amerika Serikat.
Selain itu, potensi penguatan dolar AS juga dipicu oleh melemahnya mata uang euro yang merespon rencana bank sentral Eropa (ECB) untuk memperbesar stimulus keuangannya pada bulan Mei dan Juni untuk meningkatkan likuiditas yang masih rendah.
Dari dalam negeri, ia menambahkan bahwa sebagian pelaku pasar masih khawatir dengan inflasi yang diperkirakan tinggi dalam dua bulan mendatang seiring dengan datangnya bulan puasa, kondisi itu bisa berdampak negatif bagi mata uang rupiah.
Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada menambahkan bahwa minimnya sentimen positif dari dalam negeri masih menjadi kendala bagi rupiah untuk kembali berada dalam area positif.
"Saat ini, nilai tukar rupiah belum cukup mampu berbalik naik di tengah minimnya sentimen positif dari dalam negeri. Apalagi, sentimen kenaikan suku bunga the Fed masih terus membayangi," katanya.
Ia mengharapkan bahwa mulai adanya beberapa proyek pembangunan infrastruktur di dalam negeri dapat menahan tekanan bagi mata uang rupiah ke depannya. Pembangunan infrastruktur diharapkan juga mendorng pertumbuhan ekonomi domestik.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015