Ahli perlindungan anak UNICEF Laurent Dutordoir mengatakan, "Telah terjadi peningkatan tajam dalam kasus ini sejak awal 2015 saat kelompok bersenjata beralih ke serangan untuk merebut kembali wilayah yang terlepas dari cengkeraman mereka."
Menurut laporan, 26 serangan bunuh diri dilancarkan pada 2014, sementara antara Januari sampai Mei tahun ini sudah terjadi 27 serangan bunuh diri.
Perempuan dan anak-anak dimanfaatkan untuk meledakkan bom atau sabuk peledak dalam 75 persen peristiwa tersebut, kebanyakan ditujukan ke kumpulan orang dan daerah berpenghuni seperti tempat pemberhentian bus dan pasar.
Sejak kasus pertama dilaporkan pada Juli 2014, tercatat telah terjadi sembilan serangan yang dilancarkan oleh anak perempuan berusia antara tujuh tahun dan 17 tahun.
"Secara budaya, ada lebih dari satu masalah ketika memeriksa perempuan dan anak perempuan, jadi ini sayangnya merupakan taktik yang efisien digunakan," kata Dutordoir sebagaimana dikutip kantor berita Xinhua.
Kecenderungan yang mengkhawatirkan itu ditambah dengan kenyataan bahwa bukan hanya anak yang diculik yang melakukan serangan ini, anak yang kehilangan tempat tinggal atau terpisah dari keluarga mereka juga menjadi sasaran semua faksi yang berperang menurut UNICEF.
Data-data menunjukkan bahwa mungkin ada sampai 10.000 anak yang dipaksa melakukan serangan bunuh diri. Menurut perkiraan ada 743.000 anak terusir dari rumah mereka akibat konflik di tiga negara bagian yang paling terdampak konflik di Nigeria. (Uu.C003)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015