Perlu sanksi tegas bagi jurnalis, termasuk berasal dari luar negeri, yang menyajikan pemberitaan tentang Papua berdasarkan fakta yang direkayasa,"
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama Perum LKBN Antara Saiful Hadi mengusulkan adanya sanksi tegas untuk para jurnalis, termasuk dari luar negeri, yang menyajikan berita bias serta tidak berimbang tentang keadaan di tanah Papua.
"Perlu sanksi tegas bagi jurnalis, termasuk berasal dari luar negeri, yang menyajikan pemberitaan tentang Papua berdasarkan fakta yang direkayasa," kata Saiful dalam sambutannya pada Seminar Nasional bertema "Peluang, Tantangan dan Hambatan Atas Terbukanya Papua bagi Jurnalis Asing" di Wisma Antara, Jakarta, Selasa.
Saiful menyatakan hal ini terkait keputusan pemerintah yang memberikan kebebasan bagi jurnalis asing memasuki wilayah Nusantara bagian timur tersebut.
Menurut dia, bentuk sanksi tersebut harus dibahas bersama dengan Dewan Pers agar seluruh pewarta, dan nantinya termasuk jurnalis asing, dapat menjaga profesionalitas dalam pemberitaan mereka.
Saiful mengingatkan bahwa Menteri Koordinator Poilitik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatto juga telah mengatakan syarat jurnalis asing diperbolehkan masuk ke Provinsi Papua dan Papua Barat adalah tidak memberitakan fitnah yang didasarkan pada hal-hal tidak nyata yang pada akhirnya hanya menjelekkan nama Indonesia.
Karena itu, lanjut Saiful, salah satu cara mengurangi pemberitaan bias adalah dengan meningkatkan kemampuan kehumasan pada pemerintahan lokal yang memudahkan pewarta mendapatkan informasi.
"Hal ini dapat menekan persepsi-persepsi negatif yang muncul di Papua, sehingga pemberitaan berimbang bisa tercapai," katanya.
Dia menambahkan, pemberitaan tidak berimbang ini menjadi salah satu alasan pemerintah Indonesia sangat membatasi kedatangan jurnalis asing ke daerah Papua, selain juga karena faktor keamanan dan adanya indikasi dukungan terhadap gerakan separatis.
"Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ini tidak perlu diperdebatkan lagi,sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB No. 2504 tanggal 19 November 1969," ujarnya.
Sementara itu terkait permasalahan sanksi tersebut, Dewan Pers mengatakan pihaknya tetap mendorong masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan jurnalistik sesuai dengan kode etik dan Undang-undang No 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
"Kita harus mengedepankan hak jawab dan hak koreksi," kata anggota Dewan Pers I Made Ray Karuna Wijaya pada kesempatan yang sama.
Adapun pemerintah Indonesia telah memberikan kebebasan bagi jurnalis luar negeri untuk meliput di seluruh wilayah Papua, meliputi Provinsi Papua dan Papua Barat.
Hal ini diumumkan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Minggu (10/5), setelah bertahun-tahun sebelumnya Indonesia melakukan pembatasan secara ketat bagi pewarta asing di Papua.
Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Kantor Berita Antara itu dihadiri oleh perwakilan Dewan Pers I Made Ray Karuna Wijaya, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana dan Ketua Kaukus Parlemen Papua Paskalis Kossay.
Pewarta: Michael teguh Adiputra Siahaan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015