Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi bergerak melemah sebesar 36 poin menjadi Rp13.141 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.105 per dolar AS.
"Belum adanya pertanda perbaikan kinerja pemerintah baik dalam realisasi pendapatan serta belanja membuat ekspektasi atas pertumbuhan ekonomi ke depan tetap rendah, situasi itu cukup berdampak pada mata uang rupiah," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, ekspektasi pertumbuhan ekonomi domestik itu akan menjaga daya tarik aset berdenominasi rupiah tetap rendah. Sentimen Standard & Poors (S&P) yang merevisi outlook peringkat utang Indonesia dari stabil menjadi positif juga relatif minimal.
Kendati demikian, ia mengatakan bahwa angka manufaktur AS diumumkan turun berpotensi menekan dolar AS di pasar global. Markit Manufaktur Indeks Pembelian Manajer (PMI) AS turun ke 53,8 pada Mei dari 54,1 pada April tahun ini.
Sentimen selanjutnya, kata dia, pelaku pasar sedang menunggu pengumuman bank sentral Jepang mengenai target kebijakan moneternya. Kemudian, pelaku pasar juga menanti angka inflasi Amerika Serikat yang diperkirakan masih berada di zona negatif.
Pengamat Pasar Uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova menambahkan bahwa sentimen global masih menjadi faktor utama yang menekan mata uang rupiah terhadap dolar AS.
Sebagian pelaku pasar uang menunggu pidato Ketua Fed Janet Yellen tentang prospek ekonomi AS pada Jumat ini waktu setempat.
"Pidato the Fed dinantikan pasar, diharapkan ada petunjuk lebih lanjut tentang waktu kenaikan suku bunga," katanya.
Di tengah penantian itu, menurut dia, volatilitas rupiah masih akan tinggi karena belum adanya kepastian waktu kenaikan suku bunga AS (Fed fund rate), pelaku pasar uang cenderung akan tetap mengakumulasi mata uang yang dianggap dapat menjaga nilai aset, salah staunya dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015