Jakarta (ANTARA News) - Sampai 85 persen pencemar udara Jakarta berasal dari kegiatan transportasi, kata peneliti perubahan iklim dan kesehatan lingkungan Universitas Indonesia dr. Budi Haryanto.
"Nomor satu karena jumlah kendaraan," kata Budi di Jakarta, Kamis, mengutip data Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2012.
Ia menambahkan 70 sampai 85 persen pencemar udara di 40 kota di Indonesia berasal dari kegiatan transportasi.
Pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat itu memperkirakan risiko pencemaran udara di Jakarta masih tinggi sampai lima tahun ke depan karena kebutuhan akan kendaraan dan penggunaan bahan bakar minyak masih meningkat hingga 2030.
Selain akibat kegiatan transportasi, pencemaran udara juga terjadi akibat penggunaan bahan bakar, kegiatan industri dan sampah padat yang ketika mengalami degradasi mengeluarkan zat metan.
Pencemar udara bisa berupa gas dan debu.
Gas pencemar seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan hidrokarbon bisa menyebabkan gangguan organ vital seperti sistem saraf pusat dan ginjal jika masuk ke tubuh.
Sementara partikel debu apabila masuk ke tubuh bisa menyebabkan hidung tersumbat, batuk, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), asma dan penyakit bronkhitis.
Budi mengatakan risiko terdampak pencemaran udara di dalam maupun di luar ruangan pun sama dan menyarankan orang menggunakan pemurni udara di dalam ruangan dan masker ketika melewati jalan dengan udara tercemar.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015