Kesepakatan tersebut dicapai dalam pertemuan menteri luar negeri ketiga negara di Putera Jaya, Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (20/5).
"Dalam konteks Bali Process juga, kita selalu menekankan perlunya kerja sama country of origin (negara asal), country of transit (negara transit) dan country of destination (negara tujuan), serta organisasi-organisasi internasional, semuanya harus bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini," kata Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi melalui pesan pendek, Kamis.
Saat ini diperkirakan ada 7.000 orang yang berasal dari Myanmar dan Bangladesh, masih berada di kapal-kapal yang terkatung-katung di perairan kawasan Asia Tenggara.
Dalam konferensi pers di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan Menteri Retno juga telah melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Myanmar.
"Selain membicarakan kerja sama bilateral Indonesia-Myanmar, Menlu juga menyampaikan hasil pertemuan Kuala Lumpur, dan dalam hal ini Myanmar menyatakan siap untuk berkontribusi untuk mengatasi merebaknya irregular migration yang terjadi saat ini," kata dia.
Dia juga mengatakan bahwa Indonesia telah menerima lebih dari 1.700 pengungsi sejak kapal pertama mendarat di wilayah utara Aceh pada 10 Mei.
Terkait tudingan bahwa TNI Angkatan Laut telah menolak kapal para pengungsi, Arrmanatha menegaskan kembali bahwa Indonesia tidak akan pernah menolak kapal-kapal pengungsi yang masuk ke perairan di wilayah NKRI.
Sebaliknya, ia mengatakan, Indonesia berkomitmen memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk pemberian penampungan, makanan dan obat-obatan, serta terus bekerja sama dengan badan internasional untuk mengatasi permasalahan migrasi yang tak lazim tersebut.
"Yang terjadi di lapangan adalah TNI bertugas untuk menjaga kedaulatan, selama mereka melihat atau menemui kapal yang tidak memiliki izin yang diperlukan untuk memasuki wilayah Indonesia, maka konteksnya adalah dalam rangka melindungi kedaulatan," kata Arrmanatha.
Pewarta: A Fitriyanti
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015