Jakarta (ANTARA News) - Hasil studi baru pada bakteri dalam saluran pencernaan panda raksasa menunjukkan bahwa kemampuan mamalia itu dalam mencerna bambu buruk.
Hasil penelitian pada bakteri yang hidup di dalam perut dan usus panda raksasa menunjukkan bahwa binatang itu hanya punya sedikit bakteri yang membantu pencernaan tumbuhan berserat seperti bambu.
Sebaliknya, menurut hasil studi yang terbit di publikasi daring American Society for Microbiology, mBio, kebanyakan saluran pencernaan panda berlumur bakteri seperti Escherichia/Shigella dan Streptococcus, organisme itu biasanya ditemukan dalam saluran pencernaan pemakan daging.
Bakteri-bakteri itu kemungkinan merupakan sisa dari pendahulu mereka, kata para peneliti.
Panda raksasa (Ailuropoda melanoleuca) berevolusi dari beruang-beruang yang makan daging dan tumbuhan.
Menurut para peneliti, panda raksasa kuno kemungkinan mulai makan bambu sekitar tujuh juta tahun lalu tapi kemudian menjadi pemakan bambu eksklusif sejak dua juta tahun lalu.
Namun panda-panda modern menghabiskan sekitar 14 jam sehari makan bambu dan itu bukan makanan yang mudah dicerna bagi mereka.
Dari waktu ke waktu, panda raksasa membangun rahang dan gigi kuat untuk membantu mengunyah tumbuhan berserat.
Panda raksasa juga punya tulang pergelangan tangan yang bertindak seperti ibu jari untuk membantunya menggenggam batang bambu.
Tapi saluran pencernaan binatang itu masih seperti karnivora, dan hanya bisa mencerna sekitar 17 persen bambu yang dimakan.
"Tidak seperti binatang-binatang pemakan tumbuhan yang sukses berevolusi secara anatomi sehingga memiliki sistem pencernaan khusus yang efisien mengurai materi tumbuhan berserat, panda raksasa masih mempertahankan jenis saluran pencernaan karnivora," kata Zhihe Zhang, penulis utama hasil studi dan direktur Chengdu Research Base of Giant Panda Breeding di Tiongkok.
"Binatang itu juga tidak punya gen-gen untuk enzim-enzim pencerna tumbuhan dalam genom mereka sendiri," kata Zhang seperti dilansir laman LiveScience.
"Skenario gabungan ini bisa meningkatkan risiko kepunahan mereka," katanya.
Dalam studi itu, para peneliti melakukan analisis genetik pada bakteri saluran pencernaan dalam feses 45 panda sehat yang hidup di Chengdu Research Base.
Setelah sekitar satu tahun, mereka mengumpulkan 112 sampel feses dari panda anak-anak, remaja dan dewasa.
Kecuali pada anak-anak panda, yang minum susu, setiap panda makan sekitar 10 kilogram bambu dan rebung, juga 800 gram roti kukus setiap hari.
Tapi feses mereka penuh dengan potongan bambu yang tidak tercerna menurut temuan para peneliti.
"Hasil ini tidak terduga dan cukup menarik, karena mengindikasikan mikrobiota saluran pencernaan panda raksasa mungkin tidak beradaptasi baik dengan diet unik, dan menempatkan panda dalam dilema evolusioner," kata salah satu penulis hasil studi itu, Xiaoyan Pang, lektor kepala di School of Life Sciences and Biotechnology di Shanghai Jiao Tong University, Tiongkok.
Semua panda raksasa, termasuk enam panda tangkapan dan tujuh panda liar, punya keragaman mikrobiota rendah.
Selain itu, mikrobiom binatang itu tidak mengandung bakteri pengurai bakteri, seperti Ruminococcaceae dan Bacteroides, yang banyak terdapat di binatang-binatang herbivora lain.
Meski demikian, mikroba-mikroba dalam saluran pencernaan mereka beragam sesuai musim.
Sebagai contoh, bakterinya berbeda pada akhir musim gugur, ketika tidak ada bambu muda, dibandingkan dengan saat musim semi dan panas, kata Pang.
Para peneliti berencana menindaklanjuti penelitian mereka supaya bisa lebih banyak belajar tentang bakteri saluran pencernaan panda dan bagaimana mikroba mempengaruhi nutrisi dan kesehatan binatang.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015