Awal terbit malah memakai kertas biasa, dipindai kemudian diunduh ke internet."
Padang (ANTARA News) - Sumatera Barat punya tokoh komik si Bujang. Hadir pertama kali pada November 2014 lewat jejaring sosial Twitter, Instagram, dan Facebook.
Dengan ciri khas menggunakan dialog bahasa Minang, sosok yang digambarkan sebagai mahasiswa itu kerap menyampaikan kritik sosial dalam tiap edisi yang hanya diterbitkan di dunia maya.
"Minangkabau, tetap gaul, pencemooh dan lucu, itulah karakter yang ada pada tokoh si Bujang," kata penciptanya Iggoy El Fitra.
Iggoy menceritakan sosok si Bujang dibuat sebagai alat kritik sosial dengan gaya sindiran terhadap fenomena masyarakat yang ada di Sumatera Barat maupun nasional.
"Saya jurnalis, kalau menulis berita atau memotret tidak boleh beropini, sementara banyak fenomena yang ditemui di lapangan yang harus diluruskan, akhirnya disalurkan melalui komik strip si Bujang," ucapnya.
Ia menjelaskan komik strip adalah komik yang hanya dibuat satu halaman untuk setiap kali terbit terdiri atas gambar dan dialog yang langsung tuntas dalam setiap edisinya.
Menurut dia, sejak pertama kali diluncurkan hingga saat ini tanggapan netizen di dunia maya cukup antusias terbukti dengan follower pada akun twitter @sibujang 2014 telah mencapai 1.009 pengikut dan 714 menyukai di fanfage akun Facebook .
Ia menuturkan karakter si Bujang merupakan representasi dari bagaimana kebiasaan masyarakat di Ranah Minang dalam mengkritisi sesuatu dengan bahasa sindiran namun dibuat dengan kocak.
"Si Bujang tetap ikon anak muda Minang kendati derasnya perkembangan zaman, namun ciri keminangannya tetap melekat," lanjut alumni Sastra Jepang Universitas Bung Hatta itu.
Si Bujang memiliki rambut hitam lebat dengan potongan lurus yang pada bagian depannya berdiri dilengkapi jambul.
Igoy mengakui ia sejak kecil memang terobsesi dengan komik Dragon Ball sehingga dalam membuat karakternya ada perpaduan antara komik Jepang dengan karakter lokal yang ia buat.
Dalam keseharian dikisahkan si Bujang selalu mengenakan baju kaus wana hijau dengan kalung hitam melingkari leher yang merupakan ciri anak muda , serta celana panjang berwarna biru dan sepatu merah.
Kisah yang diangkat si Bujang pun amat beragam mulai dari hal sederhana seperti maraknya fenomena batu akik, kelulusan ujian nasional, foto selfie hingga topik yang berat seperti pemilihan kepala daerah, kenaikan harga pangan sampai soal sampah.
Salah satu edisi yang paling banyak mendapat sambutan saat si Bujang mengomentari tagline para calon gubernur di Sumbar yang memasang gambar di baliho.
Saat itu si Bujang mengomentari tagline para calon yang mendapat sambutan hangat di dunia maya. "Ancak dan padeh (bagus dan tajam) kritik si Bujang, " tulis akun Reno Fernandes di Twitter.
Iggoy mengatakan hampir sebagian besar reaksi pembaca senang dan tertawa menyaksikan kisah yang ada, tidak jarang ada yang memberikan komentar sambil tertawa.
Untuk tema yang berat, si Bujang juga pernah mengomentari putusan Hakim Sarpin Rizaldi soal gugatan praperadilan KPK oleh Budi Gunawan, kenaikan BBM hingga eksekusi terpidana mati kasus narkoba.
Isu aktual
Dalam membuat cerita Iggoy biasanya mencermati isu aktual yang sedang berlangsung dan sekali-sekali berdiskusi dengan kawan-kawan terdekat.
"Kadang kalau sedang buntu saya jalan-jalan dulu cari inpirasi, atau cari isu di internet, ujar pewarta foto Kantor Berita Antara itu.
Tak jarang Iggoy juga mendapatkan ide cerita berdasarkan pengalamannya saat liputan yang penting endingnya harus dibuat lucu.
Pada sejumlah edisi tak jarang dibuat si Bujang bertingkah konyol, anti mainstream namun tetap menghibur dan mencemooh realitas yang terjadi melalui kelucuan.
Untuk menulis kisah si Bujang Iggoy hanya mengandalkan alat yang disebut pen tablet yang diolah melalui software photoshop.
"Awal terbit malah memakai kertas biasa, dipindai kemudian diunduh ke internet," kenang pria kelahiran 3 Juli 1981 tersebut.
Kini tidak kurang dari sekitar 50 edisi si Bujang telah terbit dengan Iggoy menargetkan minimal satu edisi setiap pekan.
Ia menuturkan untuk membuat kisah si Bujang kalau ide sedang bagus dalam satu jam selesai, namun kalau ide sulit bisa tiga jam yang dijalani di sela-sela kesibukan sebagai pewarta foto.
Igoy juga lebih banyak menitikberatkan cerita pada kritik fenomena sosial, namun jika ada isu lain yang aktual juga dapat menjadi cerita.
"Sebenarnya ini menyalurkan hobi menggambar, namun setelah dijalani asyik juga, respon netizen lumayan hangat," ucapnya.
Ia mengaku sengaja memilih dialog percakapan dengan bahasa Minang karena selama ini belum ada komikstrip yang hadir di Sumatera Barat.
"Percakapan dengan bahasa Minang akan lebih dekat secara konteks bagi warga Sumbar, juga bagi mereka yang ada di perantauan," lanjutnya.
Ia mengemukakan tingkat kesulitan yang kerap dijumpai dalam membuat kisah Si Bujang saat sedang sibuk dengan liputan atau kesulitan ide.
Dalam membuat alur cerita Iggoy juga memasukan karakter lain seperti ibunya yang disapa One, sahabat dekat si Bujang orang Pariaman yang tingga di Padang Ajo Oyong dan Ajo Kitiang, serta wanita pujaannya Siti.
Ke depan Iggoy berniat akan membukukan Si Bujang menjadi serial khusus dengan halaman warna. Iggoy juga berencana akan membuat tim kreatif untuk lebih mengembangkan cerita .
Akan tetapi, ia menegaskan ini hanya hobi karena ia sudah terlanjur jatuh cinta dengan profesi sebagai pewarta foto.
Peluang berkembang
Sementara pengamat komik Hikmat Darmawan menilai peluang berkembangnya komik asli Indonesia saat ini cukup besar karena belum memenuhi kebutuhan pasar pembaca yang ada.
"Jumlah komik yang hadir belum sebanding dengan jumlah penduduk sehingga ini merupakan pasar yang besar untuk direbut," ujar dia.
Ia mengakui saat ini komik dari luar lebih mendapatkan tempat di Tanah Air , namun bukan berarti komik lokal tidak berkembang.
Menurut dia, rahasia agar komik mendapat tempat di kalangan pembaca adalah menemukan karakter nyata yang dekat dengan masyarakat.
"Ini hanya mungkin dilakukan jika pembuat komik berada di masyarakat sehingga paham betul apa persoalan yang ada dan mengangkat menjadi cerita," ucap dia.
Ia mengatakan kalau soal desain, gambar dan lainnya tidak ada masalah karena sudah bagus, yang menjadi kunci adalah bagaimana mewakili pikiran masyarakat melalui kisah yang diangkat.
Hikmat mengemukakan penyebab komik Jepang populer tidak hanya di negeri Sakura adalah karena kisah yang diangkat dekat dengan pembaca.
Cerita fantasi saja bisa populer karena di dalamnya ada persahabatan, di-bully, kesepian dan lainnya yang merupakan keseharian remaja, ujarnya.
Ia menyampaikan jika karakter komik lokal ingin berkembang maka kuncinya ada pada kekuatan karakter dan cerita yang dekat serta faktor distribusi, sehingga penyebaran dapat menjangkau seluruh lapisan pembaca dalam skala lebih luas.
Oleh Ikhwan Wahyudi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015