"Pada penayangan oleh salah satu stasiun televisi swasta tersebut, luwak yang berada di penangkaran tidak dirawat secara layak bahkan terus diberi makan kopi dengan harapan bisa menghasilkan biji kopi yang baik dari kotorannya," kata Ketua AEKI Jateng Mulyono Susilo di Semarang, akhir pekan lalu.
Dia mengatakan pada tayangan tersebut diperlihatkan tubuh binatang luwak terluka akibat kekurangan protein dari daging yang semestinya menjadi makanan utama mereka.
"Seharusnya, biji kopi hanya menjadi makanan camilan bagi luwak, jadi mereka perlu daging sebagai makanan utama. Tetapi luwak yang berada di penangkaran tersebut tidak diberikan asupan protein hewani," katanya.
Akibat dari tayangan tersebut, permintaan pasar terhadap kopi luwak asli Indonesia menurun drastis.
Bahkan, katanya, jika sebelumnya harga satu kilogram kopi luwak bisa mencapai Rp1 juta, saat ini tidak lebih dari Rp200 ribu-300 ribu/kg.
"Sekarang orang mau beli Rp200 ribu-300 ribu/kg sudah berpikir panjang, akibatnya volume ekspor khusus kopi jenis ini sangat merosot" katanya.
Padahal, tidak semua peternak luwak melakukan hal serupa. Masih banyak luwak yang diperlakukan secara baik demi hasil kopi berkualitas tinggi.
Meski demikian, hingga saat ini kondisi tersebut belum dapat mengembalikan kepopuleran kopi luwak seperti sebelumnya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah ikut berperan aktif dalam menjaga kondisi penangkaran hewan luwak, standar mutu, dan pemeliharaan hewan tersebut.
"Kami dari AEKI sudah memberikan arahan kepada para petani kopi luwak agar memberikan pemeliharaan yang baik kepada luwak tersebut. Bagaimanapun juga kami merasa bahwa kelestarian kopi luwak ini harus dijaga, jangan sampai penjualannya merosot tajam gara-gara tayangan tersebut," katanya.
Pewarta: Aris Wasita Widiastuti
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015