"Jika pemerintah impor beras, maka NTP akan semakin jatuh. Petani pangan yang mayoritas mengandalkan padi, akan semakin miskin," kata Ketua Umum SPI Henry Saragih dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta.
Menurut dia, kondisi seperti itu merupakan lampu kuning untuk Indonesia, sehingga pemerintah harus bekerja keras, bekerja keras lagi, dan bekerja lebih keras lagi.
"Ini demi visi dan misi kedaulatan pangan di Indonesia yang sudah tercantum di dalam Nawa Cita Jokowi-JK," kata Henry.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), NTP Bulan Mei 2015 terjadi penurunan untuk sektor tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan rakyat.
NTP tanaman pangan turun sebesar 3,44 persen, NTP hortikultura turun 1,02 persen, dan NTP perkebunan rakyat turun 0,40 persen dari bulan Maret 2015.
Penurunan tajam NTP tanaman pangan dari 100,80 menjadi 97,33 disebabkan oleh turunnya indeks yang diterima oleh kelompok petani padi sawah.
Henry mengatakan periode waktu antara panen dan musim gadu (kemarau) menjadi periode yang menyesakkan bagi petani. Selama April 2015, harga gabah kualitas rendah ditingkat petani dihargai Rp3.592,24 per kilogram.
"Ini turun 7,39 persen dibanding bulan sebelumnya. Sementara, di penggilingan gabah dihargai cuma Rp3.670,00 per kilogram atau turun 7,17 persen dibanding periode sebelumnya," ucapnya.
"Padahal Presiden sudah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk harga Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp3.700 per kilogram," kata Henry.
Selain turunnya harga gabah dan lemahnya penyerapan pemerintah, faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp500 per liter dan angkutan tansportasi juga turut andil rendahnya NTP tanaman pangan.
Hal tersebut dibuktikan juga dengan laporan BPS pada April ini. Inflasi pedesaan sebesar 0,21 persen ternyata disebabkan oleh naiknya indeks kelompok transportasi dan komunikasi sebesar 2,24 persen.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan bahwa kemungkinan pemerintah membuka impor beras akan diputuskan pada akhir Mei atau awal Juni 2015.
"Nanti dievaluasi setelah melihat tingkat penyerapan Bulog pada akhir Mei dan awal Juni. Akan tetapi, yang penting (stok) tidak terganggu selama Lebaran," katanya usai rapat koordinasi membahas ketersediaan pangan jelang Lebaran di Jakarta, Selasa (12/5) malam.
Pewarta: Roberto C. Basuki
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015