Palembang (ANTARA News) - Federasi internasional olahraga solidaritas negara-negara Islam (ISSF) yang berdiri sejak 1981 untuk kali pertama menggelar kejuaraan untuk masing-masing cabang olahraga di berbagai negara Muslim sejak awal tahun 2015.
Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia kebagian menggelar cabang olahraga tenis dalam kompetisi bertajuk "The 1st International Tennis ISSF 2015" di Palembang, Sumatera Selatan, 10-18 Mei, dengan diikuti 11 negara.
Chief of Technical Affair Islamic Solidarity Sport Federation Ashraf Said di Palembang, Jumat, mengatakan ISSF ingin bertindak nyata dalam mendorong perdamaian di dunia karena olahraga dipandang suatu kegiatan paling netral karena mengusung semangat sportivitas.
"Saat ini di sejumlah negara Muslim di dunia sedang berkecamuk peperangan. Kondisi ini sangat menyedihkan, dan sebagai sesama negara Muslim setidaknya menunjukkan solidaritas, olahraga menjadi wujud nyatanya karena di sini tidak ada perbedaan warna kulit, kepercayaan, dan asal muasal," kata Ashraf di sela-sela perhelatan Turnamen Internasional Tenis ISSF 2015 di Palembang.
Ia mengatakan, ajang olahraga ISSF ini bukan sekedar mempertemukan atlet untuk bertanding tapi mengajak para duta bangsa dari berbagai negara di Islam ini untuk saling mengenal sehingga tumbuh rasa persaudaraan dan kasih sayang.
"Ada pesan yang ingin disampaikan kepada para duta bangsa (atlet) ini, salah satu yang paling utama yakni perdamaian. Seperti yang saat ini terjadi di Palembang dalam turnamen tenis, ISSF ingin mengajak Indonesia, Lebanon, Suriah, Kamboja, Uganda, Oman, Malaysia, Maladewa, Bangladesh, Kamerun, Tarjikistan untuk berperan aktif mendorong perdamaian," ujar dia.
Ia menambahkan, ISSF ingin memberikan pemahaman ke masyarakat dunia bahwa umat Muslim itu adalah golongan yang mencintai perdamaian dan sangat terbuka dalam menerima perbedaan, hal ini diwujudkan ISSF dengan turut mengundang negara non-Muslim.
Pada turnamen tenis ISSF di Palembang, petenis dari Kamboja turut ambil bagian meskipun ajang ini tidak masuk dalam agenda Federasi Tennis Internasional (ITF).
"Negara non-Muslim saja bisa menunjukkan solidaritasnya, lantas mengapa kita tidak ?. Jika negara-negara Islam bisa bersatu dan membentuk suatu kekuatan maka kemaslahatan yang ada di dunia, bukan suatu kerusakan," kata dia.
Semula, perhelatan tenis ISSF ini bakal diikuti 22 negara, namun hanya 11 negara yang memastikan menjadi peserta turnamen berhadiah total 65 ribu dolar AS.
Terkait dengah jumlah peserta yang sedikit ini mengingat anggota ISSF mencapai lebih dari 50 negara, menurutnya dipengaruhi berbagai faktor, di antaranya, terjadi konflik di sejumlah negara seperti Yaman, Irak, dan Suriah, dan di beberapa negara sedang masa ujian sekolah.
"Ada juga karena beralasan jarak, tapi untuk jarak tidak bisa dijadikan persoalan utama karena ada Uganda dan Tarjikistan justru mau datang ke Palembang. Yang paling masuk akal, bisa jadi karena baru pertama kali ajang seperti ini digelar ISSF," ucap Ashraf.
Namun, ia menambahkan seiring dengan komitmen yang kuat dari ISSF untuk mendorong perdamaian dan prestasi olahraga negara-negara Islam maka ajang ini menurut Ashraf bakal banyak diikuti negara-negara anggota.
Ia mencontohkan seperti yang terjadi pada ajang multi cabang olahraga ISSF dalam Islamic Solidarity Games yang dihelat setiap empat tahun sekali.
Pada ISG pertama diadakan di Mekah, Arab Saudi, pada 2005, diikuti 6.000 atlet dari 55 negara peserta.
Kemudian, ISG kedua yang semula dijadwalkan berlangsung di Teheran, Iran tahun 2010 gagal terlaksana karena ketidaksepakatan Iran dengan negara-negara Arab menyangkut penggunaan istilah Teluk Persia sebagai maskot ISG kedua.
Ketika itu itu negara-negara Arab tidak setuju penggunaan logo tersebut karena mereka menganggap teluk itu Teluk Arab dan bukan Teluk Persia.
Kemudian, ISSF meniadakan ISG II dan langsung menggelar ISG ke-3 di Palembang, Sumatera Selatan, dengan diikuti 44 negara dan sekitar 2.000 atlet dan 700 ofisial.
Kerja sama
Untuk mencapai tujuan organisasi dalam mendorong perdamaian tersebut, ISSF telah menjalin kerja sama dengan Indonesia, khususnya ke Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan perihal kesediaan menjadi tuan rumah ajang single event secara rutin setiap tahun hingga Asian Games 2018.
Keinginan kerja sama itu dilatari kesuksesan Sumsel dalam menggelar ISG III di Palembang tahun 2013.
Asisten Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Mukti Sulaiman mengatakan daerahnya sangat menyambut baik keinginan ISSF ini sebagai ajang uji coba tuan rumah sebelum menyelenggarakan Asian Games.
Pemprov Sumsel juga tidak berkeberatan membantu pendanaan dengan menggunakan dana APBD.
"Asian Games merupakan ajang besar yang menjadi pesta olahraga di benua Asia. Sebagai tuan rumah Sumsel tidak bisa main-main, harus menyiapkannya dengan matang dan salah satunya uji coba sebagai penyelenggara ajang internasional," kata Mukti.
Ia mengatakan, Sumsel yang memiliki Kompleks Olahraga Jakabaring dan sejak terpilih menjadi tuan rumah SEA Games bercita-cita menjadi pusat penggerak olahraga di kawasan Asia.
Komitmen ini sudah diwujudkan dengan menjadi tuan rumah ajang multi cabang olahraga pasca SEA Games, yakni Islamic Solidarity Games 2013 dan Asian University Games 2014, beserta ajang single event tingkat regional Asia dan dunia.
Terkait dengan ISG, Sumsel disebut ISSF sebagai penyelenggara yang sukses meskipun Indonesia sempat diragukan negara-negara Islam setelah sempat memindahkan tempat penyelenggaraan dari Pekan Baru, Riau, ke Palembang.
"Kerja sama rutin tahunan ini tak lain berkat kesuksesan Sumsel mengelar ISG 2013. Semoga saja, langkah Sumsel ini membuka mata dunia atas peran Indonesia dalam mendorong perdamaian di dunia," kata dia.
Salah seorang petenis asal Suriah Amer Naow yang menjadi peserta Turnamen Tenis ISSF I ini, mengatakan sangat memimpikan negara-negara Islam di dunia bisa bersatu sehingga dapat membantu negara miskin dan negara yang sedang berkomplik di dunia.
"Hanya dengan olahraga, suatu negara yang secara nyata sedang berperang bisa bertemu tanpa suatu pertumpahan darah. Seharusnya, semangat perdamaian dan sportivitas ini bisa dibawah ke negara masing-masing sehingga tidak ada lagi perang di negara-negara Islam," kata Amer.
Oleh Dolly Rosana
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015