Artis itu kan panutan bagi publik, seharusnya ya diberi sanksi moral. Tapi yang terjadi di Tanah Air malah kebalikannya, banyak artis-artis yang terlibat perbuatan amoral malah sering diekspos oleh media,"
Jakarta (ANTARA News) - Pemerhati masalah perempuan dan anak Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan artis-artis yang diduga terlibat prostitusi seharusnya diberi sanksi moral bukan semakin dipopulerkan oleh media massa.
"Artis itu kan panutan bagi publik, seharusnya ya diberi sanksi moral. Tapi yang terjadi di Tanah Air malah kebalikannya, banyak artis-artis yang terlibat perbuatan amoral malah sering diekspos oleh media," kata Giwo di Jakarta, Kamis.
Di beberapa negara maju, artis-artis yang terlibat tindakan asusila banyak yang kehilangan pekerjaaan, tapi anehnya di Tanah Air banyak artis yang naik pamornya setelah terlibat perilaku yang tak baik.
"Contohnya penyanyi A yang terlibat pada kasus video porno. Tapi tidak ada sanksi moral yang diberikan baik oleh masyarakat maupun media massa. Media massa memberitakannya berulang-ulang, sehingga masyarakat menganggapnya sebagai hal biasa," jelas dia.
Menurut dia, media massa berperan penting dalam mendidik masyarakat agar tidak terlibat dalam prostitusi. Media massa hendaknya tidak hanya menampilkan kemewahan artis, tapi juga budi pekerti yang baik.
"Tindak prostitusi di kalangan artis berkaitan dengan gaya hidup hedonis, yang berorientasi pada kesenangan semata," cetus dia.
Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto, menjelaskan terdapat enam faktor maraknya prostitusi.
Pertama, karena faktor eksploitasi oleh mucikari. Tak sedikit perempuan bahkan perempuan usia anak dijebak, tipu daya, dirayu tanpa sadar dan dipekerjakan sebagai PSK.
"Kondisi itu tentu harus diselamatkan, karena PSK itu hanya korban," kata Susanto.
Kedua, faktor berpikir instan, ada yang menjadi PSK karena dorongan ekonomi secara cepat. Kondisi ini tentu, tidak boleh terjadi. Karakter berpikir instan harus dicegah. Ketiga, faktor keterpaksaan karena dipaksa, diperbudak oleh seseorang atau kelompok. Keempat, faktor pengaruh lingkungan atau teman sebaya. Tak sedikit, seseorang terjerumus prostitusi karena pengaruh lingkungan.
Kelima, pengaruh gaya hidup, tak jarang pula seseorang masuk lingkungan prostitusi, didorong oleh gaya hidup hedonis yang melupakan nilai agama, asas kepatutan dan kesusilaan.
Keenam, faktor frustasi. Ada pula orang memutuskan masuk lingkaran prostitusi karena sebagai pelarian atas masalah yang dialami.
"Prostitusi berdampak negatif bagi anak dan generasi, karena perilaku mereka berpotensi ditiru oleh anak. Maka semua pihak harus mencegah, menyelamatkan korban dan tidak memberikan ruang berkembangnya prostitusi," imbuh Susanto.
Pewarta: Indriani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015