Jadi punya ciri khas"
Jakarta (ANTARA News) - Pasar tradisional menjadi parameter tingkat kemajuan ekonomi dan daya beli masyarakat di suatu tempat, kata sejarawan dari Universitas Padjadjaran Agung Nugroho.
"Di pasar, ada pertemuan antara penjual dengan pembeli," kata Agung saat dihubungi Antara News, Kamis (14/5).
Interaksi di pasar tradisional misalnya berupa tawar-menawar antara penjual dan pembeli untuk mencapai harga yang disepakati.
"Melakukan tawar-menawar secara langsung yang dapat menjadikan ikatan sosial yang penting," kata Agung.
Interaksi tawar-menawar tersebut tidak dapat ditemui di toko perbelanjaan modern yang cenderung individualistis.
Pasar tradisional yang sudah tua pun memiliki nilai historis. Untuk itu, ia berpendapat pelestarian pasar, yang umumnya berkaitan dengan renovasi bangunan, tidak menghilangkan jejak sejarah yang ada di sana.
Ia mencontohkan Pasar Baru di Jakarta Pusat yang masih mempertahankan bangunan lama juga pedagang-pedagang yang telah berjualan di sana sejak masa lampau.
"Jadi punya ciri khas," kata Agung.
Gambaran pasar tua yang kumuh membuat lokasi pasar tertentu perlu diperbaiki. Selain mempertahankan nilai historis pada bangunan lama, pemerintah juga harus memperhatikan relokasi pedagang.
Saat menentukan tempat berjualan yang baru, ada baiknya memperhatikan lokasi tersebut dari keramaian.
"Kalau nggak memikirkan jauh dari keramaian, akhirnya pedagang merugi," kata Agung.
Bila pasar tradisional diubah menjadi pasar modern, Wakil Direktur Kajian Informasi Terpadu Nusantara ini berpendapat hal tersebut dapat membuat masyarakat terasing.
"Belum tentu menyerap tenaga kerja," kata Agung.
Tempat berbelanja modern pun belum tentu sesuai dengan daya beli masyarakat yang ada di sekitarnya.
"Pasar tua tidak boleh dibongkar," kata Agung.
Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional kabupaten/kota, pusat perbelanjaan dan toko modern, pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern wajib memperhatikan jarak antara hypermarket dan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya.
Tetapi, dalam pelaksanaan dan pengawasannya menurut Agung cukup sulit karena masih ada toko modern yang dibangun berdekatan dengan pasar tradisional.
"Mungkin regulasi harus diubah," kata dia.
Selain itu, ia juga berpendapat bangunan yang sudah tua sebaiknya diremajan dan diberdayakan, misalnya dijadikan kafe atau tempat publik, tanpa mengubah keseluruhan bangunan.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015