Banda Aceh (ANTARA News) - Direktorat Kriminal Khusus Polda Aceh menahan Akmal Ibrahim, mantan Bupati Aceh Barat Daya terkait kasus korupsi pembebasan tanah negara senilai Rp793,551 juta.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Kombes Pol Joko Irwanto kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis, mengatakan, yang bersangkutan ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka pembebasan tanah negara.
"Yang bersangkutan ditahan setelah memenuhi panggilan penyidik Polda Aceh. Penahanan ini karena berkas perkaranya akan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Aceh," kata Joko Irwanto.
Kasus korupsi melibatkan mantan Bupati Aceh Barat Daya ini terjadi pada 2011. Di mana, pemerintah setempat berencana membangun pabrik kelapa sawit (PKS).
Tanah pembangunan PKS dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBK) Kabupaten Aceh Barat Daya, sedangkan bangunan pabrik didanai dari anggaran Pemerintah Aceh.
Dalam pengadaan tanahnya, kata dia, tersangka Akmal Ibrahim yang saat itu menjabat sebagai Bupati Aceh Barat Daya periode 2007-2012 memerintahkan pembayaran tanah negara untuk pembangunan PKS dengan nilai Rp793,551 juta.
Tanah dengan luas mencapai 26 hektare ini dihargai Rp3.000/meter. Berdasarkan hasil audit, kerugian negara akibat korupsi pembebasan tanah milik negara ini mencapai Rp764,388 juta.
"Tidak seharusnya, pemerintah daerah mengeluarkan anggaran untuk membebaskan tanah negara. Tanah tersebut berada di Dusun Lhok Gayo, Desa Pantee Rakyat, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya," kata Kombes Pol Joko Irwanto.
Untuk kasus ini, sebut dia, tersangka Akmal Ibrahim dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) KHUPidana.
"Ancaman hukumannya satu hingga 20 tahun penjara. Selain Akmal Ibrahim, ada tiga calon tersangka lainnya dalam kasus ini. Siapa-siapa calon tersangka ini, akan kami sampaikan nanti," kata Joko Irwanto.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Aceh AKBP T Saladin mengatakan, kasus ini mulai ditangani sejak 2013 dan baru sekarang ditetapkan maupun ditahan tersangkanya karena banyak saksi yang diperiksa terlebih dahulu.
"Saksinya ada sekitar 40 orang, termasuk saksi ahli dari kehutanan, BPKP, dan lainnya. Kasus ini dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke jaksa penuntut Kejaksaan Tinggi Aceh," kata AKBP T Saladin.
Pewarta: M Haris SA
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015