Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menargetkan penanganan kasus dugaan korupsi di tiga sektor pada 2007, yaitu sektor pelayanan publik, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan lembaga penegak hukum, kata Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) KPK, Junino Yahya, di Jakarta, Rabu.Usai acara laporan kinerja KPK 2006, Junino mengatakan, target tersebut ditentukan dari hasil pemetaan (mapping) upaya pemberantasan korupsi yang telah diselesaikan oleh KPK."Pemetaan itu sudah kami selesaikan, dan tinggal menunggu persetujuan pimpinan KPK. Per 1 Januari 2007, kami sudah mulai bekerja berdasarkan `mapping` tersebut," jelasnya.Pemetaan yang disusun oleh KPK, lanjut Junino, dimaksudkan untuk menghasilkan pemberantasan korupsi yang menimbulkan efek jera yang meluas sehingga mengefektifkan upaya pemberantasan korupsi. "Selain itu, dipilih juga pemberantasan korupsi di sektor yang berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak," ujarnya. Junino mengakui, baru saat ini KPK menyusun peta pemberantasan korupsi. Selama ini, ia mengatakan, KPK hanya bekerja berdasarkan urutan perkara yang sudah "matang". "Kita selama ini bekerja berdasarkan perkara mana yang sudah `ranum`. Yang sudah `ranum`, maka kita kerjakan. Jadinya, tebang pilihnya di situ," tuturnya. Ia menjelaskan, cara kerja seperti itu dilakukan oleh KPK akibat keterbatasan tenaga penyelidik, penyidik dan penuntut yang dimiliki oleh KPK. "Tapi, pada tahun depan, kita sudah mendapat tambahan tenaga penyidik, sehingga kita sudah bisa bekerja sesuai rencana," ujarnya. Pada acara laporan kinerja 2006, Wakil Ketua KPK Erry Ryana Hadjapamekas, kembali menampik tudingan KPK melakukan tebang pilih dalam menangani kasus korupsi. Tudingan tebang pilih, menurut Erry, timbul justru karena kehati-hatian yang diterapkan KPK dalam mengusut kasus korupsi. Meski untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka hanya membutuhkan dua alat bukti, Erry menjelaskan, KPK masih menambah minimal satu alat bukti lagi. "Kehati-hatian inilah yang terkadang menimbulkan persepsi KPK lamban dan tebang pilih dalam mengusut kasus-kasus korupsi" ujarnya. Buah kehati-hatian KPK, lanjut dia, sudah teruji karena 100 persen perkara yang diajukan KPK ke pengadilan tipikor divonis bersalah. Erry juga membantah KPK mengalami intervensi dari yudikatif, eksekutif, maupun legislatif, dalam menangani perkara korupsi. Ia justru menuding media massa yang lebih sering melakukan intervensi dengan memuat pernyataan atau komentar seorang pengamat atau tokoh lain, tentang penanganan suatu perkara korupsi oleh KPK. Sepanjang 2006, KPK telah menyelesaikan penyidikan 26 kasus dugaan korupsi, sedangkan yang masih dalam tahap penyelidikan terdapat 35 kasus. Perkara yang masih bergulir di pengadilan sebanyak 23 kasus, masing-masing 11 kasus di pengadilan tingkat pertama, satu kasus di tingkat banding, dan 11 kasus di tingkat kasasi. Dari hasil penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sepanjang 2006 KPK berhasil menyita uang kerugian negara sebesar Rp14 miliar. Sedangkan dari hasil barang rampasan, denda dan uang pengganti yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, KPK berhasil mengembalikan uang negara sebesar Rp25,7 miliar. Sampai akhir November 2006, telah masuk 15.861 laporan pengaduan ke KPK dan 96,27 persen di antaranya sudah dilakukan telaah. Setelah melalui proses telaah, hanya 3.000 laporan yang mengindikasikan tindak pidana korupsi. Dari jumlah 3.000 laporan itu, sebanyak 223 laporan diproses lebih lanjut oleh KPK, dan selebihnya diteruskan kepada aparat penegak hukum atau instansi terkait seperti kepolisian, kejaksaan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006