Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak pernah menyesalkan keputusannya meski mengundang kontroversi dan kritik terutama soal pembatalan putusan pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus korupsi KPU, kata Ketua MK Jimly Asshiddiqie di Jakarta, Rabu."Kami tidak pernah menyesal. Kami percaya keputusan itu sudah yang terbaik," kata Jimly pada acara refleksi 2006 dan harapan 2007 di Gedung MK, Jakarta, Rabu. Ketika akhirnya muncul tanggapan pro dan kontra atas putusan MK di media massa, Jimly mengatakan, ia bersama dengan hakim konstitusi lainnya biasanya hanya membacanya sambil tertawa-tawa. "Kita baca dan hanya ketawa. Karena apa yang dimuat media massa itu sudah kami perdebatkan sebelumnya saat rapat musyawarah hakim," ujarnya. Ia menambahkan, selama ini ia dan delapan hakim konstitusi lain memilih diam menanggapi segala pro kontra atas keputusan MK karena terikat pada kode etik hakim yang melarang hakim konstitusi untuk mengomentari keputusan. Untuk itu, Jimly meminta agar media massa tidak memuat berita yang mengomentari substansi sebuah keputusan. "Di seluruh dunia ini, tidak ada publikasi tentang komentar substansi keputusan di media. Yang boleh diperdebatkan adalah implikasinya," ujarnya. Menurut Jimly, tidak adil apabila keputusan suatu pengadilan hanya dikomentari dengan sebuah berita atau kolom di media. Tanggapan suatu keputusan pengadilan, lanjutnya, hanya akan adil apabila diperdebatkan dalam sebuah jurnal kajian hukum. "Keputusan MK itu pertimbangannya saja sampai 50 halaman, mengapa yang dikomentari hanya enam kalimatnya saja. Kalau mau komentar, tempatnya itu di jurnal hukum, baru imbang," katanya. Dalam acara refleksi tahunan itu, Jimly juga membantah adanya persepsi bahwa MK adalah lembaga negara dengan kekuasaan tanpa batas yang tidak bisa diawasi. Menurut dia, persepsi atas "superbody" itu timbul akibat efek psikologis dari independensi yang dimiliki oleh suatu lembaga negara. Pengawasan terhadap MK, bisa dilakukan oleh lembaga negara lain dengan sistem "check and balances", sedangkan untuk pengawasan prilaku hakim, Jimly mengatakan, MK memiliki majelis kehormatan yang terdiri atas lima orang, yaitu dua orang dari dalam MK sendiri dan tiga dari luar. Menanggapi wacana yang timbul di DPR untuk merevisi UU MK yang bertujuan mengurangi kewenangan MK, Jimly menyerahkan sepenuhnya kepada DPR. "Kita siap saja, jika kewenangan kita nanti ditambah atau dikurangi. Kita kan hanya menjalankan konstitusi saja. Tetapi, setelah saya menjabat saja, biar saya tidak pusing," katanya sambil bercanda. Dalam acara refleksi tahunan, Jimly memaparkan hasil kerja MK selama 2006. Sejak mulai bekerja pada 2003 hingga 2006, KPK telah menerima permohonan uji materiil terhadap 54 UU. Dari jumlah itu, hanya empat UU atau delapan persen dari jumlah permohonan yang dikabulkan untuk seluruhnya, di antaranya UU No 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, serta UU No 20 Tahun 2002 tentang ketenagalistrikan. Jumlah pasal dan ayat dari suatu UU yang dikabulkan sebanyak 57 atau 13 persen dari jumlah permohonan secara keseluruhan. "Jadi, jangan khawatir amat. Hanya sedikit UU yang dibatalkan oleh MK," ujarnya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006