"Sejak kasus formalin tersebut berhasil diungkap Balai POM serta Dinas Kelautan dan Perikanan setempat pada Januari 2015, hasil tangkapan kami yang bebas bahan pengawet pun, nyaris tak dilirik oleh konsumen," kata Muhamad Soleh, salah seorang nelayan dari Pulau Adonara ketika ditemui Antara di Adonara, Senin.
Ia mengatakan pendapatan mereka dari hasil menjual ikan itu mengalami penurunan drastis sejak merebaknya kasus formalin yang digunakan pengusaha untuk mengantarpulau ikan dari Flores Timur ke daerah lain di NTT.
"Sebelum mencuatnya kasus formalin, pendapat kami dalam sebulan berkisar antara Rp2 juta sampai Rp3 juta. Namun, setelah itu, untuk mendapat sejuta rupiah pun susahnya minta ampun," katanya polos.
Ia menambahkan para nelayan di Flores Timur tidak pernah menggunakan bahan pengawet seperti formalin untuk mengawetkan hasil tangkapannya di laut.
Namun, dengan ditemukannya ikan berformalin tersebut, tambahnya, hasil tangkapan nelayan yang bebas bahan pengawet pun nyaris tidak lagi dibeli oleh masyarakat konsumen.
Hal senada juga disampikan oleh Izmul Taher, seorang nelayan, asal Desa Menangga, Kecamatan Solor Timur, Kabupaten Flores Timur yang kesehariaannya bekerja sebagai nelayan di daerah itu.
Menurutnya, informasi ikan formalin asal Flores Timur yang diberitakan media lokal secara besar-besaran mulai Januari sampai Februari lalu, membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi para nelayan.
"Kasus ikan berformalin itu, sampai sekarang masih menjadi bahan pembicaraan masyarakat Flores Timur, sehingga hasil tangkapan kami yang bebas bahan pengawet pun, sudah tidak laku jual," ujarnya.
Menurut dia, ikan-ikan yang berasal dari Flores Timur selalu menjadi rebutan para konsumen di seluruh NTT, serta di ekpor ke Jepang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di negeri Sakura tersebut.
Sementara itu, Erny Boleng, seorang ibu rumah tangga yang ditemui saat sedang membeli ikan di pasar tradisional di Waiwerang, Pulau Adonara, mengatakan, sampai saat ini dirinya masih berhati-hati dalam mencari ikan untuk di konsumsi usai kejadian tersebut.
"Waktu saya mendengar kasus ikan berformalin itu, saya tidak lagi membeli ikan di pasar. Ini pertama kali saya ke pasar untuk membeli ikan, sebelumnya saya hanya membeli dari keluarga yang kebetulan seorang nelayan, saat baru tiba di pantai," tuturnya.***1***
(T.K010/B/L003/L003) 11-05-2015 12:52:06
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015