Saya percaya ini seperti puncak gunung es, tinggal tunggu waktu meledak"

Beijing (ANTARA News) - Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia Soegeng Rahardjo menyebut banyak WNI yang menjadi korban perdagangan manusia di Tiongkok.

"Saya percaya ini seperti puncak gunung es, tinggal tunggu waktu meledak," kata dia, dalam obrolan dengan Antara di Beijing, Senin, terkait masih ada WNI yang menjadi tenaga kerja ilegal di Tiongkok.

Soegeng mengatakan sejak Januari 2015, KBRI telah memulangkan sekitar 40 orang WNI yang bekerja secara ilegal di Tiongkok. Pemerintah Tiongkok sendiri tidak mengijinkan ada buruh migran di wilayahnya, kecuali di Hong Kong dan Makau.

Ia mengungkapkan perdagangan manusia, termasuk yang melibatkan WNI di Tiongkok daratan, sulit diselesaikan. "Ada indikasi baik korban maupun organisasi perdagangan manusia, bekerja sama," kata Soegeng.

Ia menambahkan, korban kadang memberikan jawaban berbelit-belit ketika ditanya cara mereka bekerja di Tiongkok. "Tidak berterus terang, berupaya menutup-nutupi informasi, sehingga aparat juga kesulitan melacak secara tuntas."

Soegeng menyatakan terus bekerja sama dengan pemerintah Tiongkok untuk menuntaskan masalah perdagangan manusia tersebut.

Wanita penghibur

Sebagian besar TKI yang diselundupkan ke Tiongkok menjadi wanita penghibur, sedangkan TKI pria menjadi buruh kasar di pabrik atau pelabuhan.

Meski telah memulangkan sekitar 40 orang TKI ilegal, jumlah WNI yang menjadi korban perdagangan manusia di Tiongkok daratan masih terus bertambah.

Salah satunya AS (29) , perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, yang dipaksa menjadi wanita penghibur di spa dan karaoke di Tangsha di luar kota Beijing.

AS dibeli oleh agen Tiongkok dari agennya di Blitar sebesar 15 ribu Yuan (Rp30 juta). Perempuan yang pernah dua tahun bekerja di Panasonic, Malaysia, itu tiba di KBRI Beijing Kamis malam pekan lalu (7/5).

"Saya diimingi gaji besar, dua belas juta, kerja di kafe di Tiongkok. Tetapi sampai sini, saya kerja di spa plus-plus, dan seminggu kemudian di karaoke, selama sebulan. Dan karena tidak tahan, ada kesempatan saya kabur dan melapor ke KBRI," ungkapnya.

Ia bercerita, saat tiba di tempatnya bekerja telah ada WNI lain yang telah lama bekerja di spa.

"Ketika ada razia, kami berpencar, entah sekarang mereka di mana. Saya bisa lolos razia karena dijamin bos saya. Bos saya memindahkan saya ke KTV, di sana juga sudah ada WNI lain, saat saya kabur mereka sedang bekerja, melayani tamu masing-masing," aku AS.

Sebagian WNI korban perdagangan manusia ditampung di KBRI Beijing, dan rumah penampungan Kantor Keamanan Publik Tiongkok.

Pemerintah setempat menetapkan, buruh migran yang telah lebih dari sebulan berada di Tiongkok harus membayar denda 10.000 Yuan dan tinggal di rumah penampungan Kantor Keamanan Publik.

Mereka akan dipulangkan setelah menjalani proses administrasi hukum dan difasilitasi KBRI antara lain dengan penerbitan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi TKI yang paspornya disita majikan atau agen.

Pewarta: Rini Utami
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015