Acara Temp(e)tation menghadirkan Chef Jimmy Lo Hamzah (Belanda), Yudi Yahya (Belgia) dan Ari Mundandar (Republik Ceko) dengan mengundang para jurnalis majalah kuliner, bloggers, pengusaha restoran, serta artis Belanda, demikian Minister Counsellor Penerangan Sosial dan Budaya KBRI Den Haag, Azis Nurwahyudi kepada Antara London, Senin.
Dikatakannya tempe diolah sebagai bahan dasar aneka makanan yang cocok untuk disajikan dalam fine dining. Tidak kalah dengan makanan dari manca negara, tiga chef Indonesia menerima tantangan menyajikan tempe dengan rasa dan sajian yang menawan.
"Tempe yang biasanya diolah secara traditional, kali ini menjadi makanan kelas tinggi karena garapan ketiga chef tersebut," ujarnya.
Chef Jimmy Lo Hamzah, menyajikan Botok Tempe yang biasanya dimasak secara tradisional menjadi makanan pembuka dengan racikan ayam, daun kemangi, potongan kelapa dan dibungkus dengan daun pisang, Botok Tempe terasa khas namun menjadi berbeda karena penyajian.
Selain Botok, Jimmy juga meyajikan Perkedel Tempe yang digabungkan dengan nasi dan sayur lodeh. Perkedel Tempe sangat cocok sebagai pasangan sayur lodeh.
Chef Yudi Yahya yang tampil pada sesi kedua, menyajikan Tempe dimasak mirip makanan Eropa dengan nama Le Tempe de Mer. Dipadu dengan scallop, asparagus dan mojo menjadikan Tempe menjadi semacam steak yang rasanya luar biasa.
Sedangkan menu kedua Tempe dipadukan dengan udang, diberi nama Sailing Tempe on Prawn. Tempe menjadi bahan utama disajikan bersama kentang yang dilembutkan disantap dengan udang bakar.
Pada sesi terakhir acara Temp(e)taion menghadirkan Chef Ari Munandar dari Indonesia yang pernah menyajikan makanan untuk Dalai Lama dan Robert de Niro menampilkan makanan a-la Italia berbahan dasar Tempe.
Raviolo Tempe Mangiami, kreasi Ari yang menampilkan potongan Tempe untuk isian Raviolo, makanan khas Italia. Padu padan ini menghasilkan rasa dan penampilan yang tidak kalah menarik dibanding makanan Italia lainnya. Ari juga menyajikan Sparkling Seaworld, tempe yang disajikan dengan ikan dan puree Tempe dengan sauce clam.
Bagi Ari Munandar, menjajikan Tempe dengan kelas yang berbeda, merupakan tantangan tersendiri. Sebagai chef yang malang melintang di Republik Ceko, ia tertantang menginternasionalkan Tempe dan memasukkan dalam menu fine-dining.
Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Den Haag, Ibnu Wahyutomo mengatakan Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia ini dapat menjadi salah satu aset diplomasi kuliner Indonesia. Ibnu juga menyinggung tentang asal usul Tempe dan sejarahnya sama tuanya dengan sejarah Yogyakarta itu sendiri.
Para undangan mendapatkan penjelasan tentang asal usul Tempe yang sudah tertulis di Serat Sri Tanjung (Abad 12) dan proses pembuatan Tempe di Jawa, Indonesia, termasuk berbagai jenis tempe yang ada seperti Tempe Koro, Tempe Benguk, dan Tempe Gembus.
Selama acara Temp(e)tation berlangsung, undangan memberikan komentar yang tidak menyangka Tempe diolah dengan menggabungkan masakan lain menjadi lebih unik, lebih enak dan menarik.
Makanan tersebut terasa seperti sesuatu yang menggabungkan antara Timur dan Barat, seperti pendapat Ricky Risolles, artis Belanda keturunan Indonesia yang sangat menyukai makanan leluhurnya, sehingga namanya beken-nya pun memilih Risolles.
Detty Janssen, seorang food blogger, menggagas acara menyampaikan niatnya untuk melakukan promosi Tempe yang sudah dikenal di Belanda. "Tempe yang selama ini dimasak secara tradisional dapat ditingkatkan menjadi makanan kelas tinggi, tidak sebagai pengganti daging tapi sebagai menu utama," ujar Detty, yang lama menetap di Belanda.
Acara Temp(e)tation ini merupakan salah satu bentuk diplomasi kuliner hasil kerjasama antara KBRI Den Haag dengan masyarakat Indonesia di Belanda. Saat ini di seluruh Belanda terdapat sekitar 1.600 rumah makan Indonesia.
Promosi Tempe menjadi salah satu makanan kelas tinggi adalah upaya menjadikan Tempe, yang mudah di dapat di Belanda, sebagai makanan khas Indonesia yang layak dikonsumsi di berbagai restoran dan hotel modern, demikian Azis Nurwahyudi.
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015