New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia diperdagangkan bervariasi pada Jumat (Sabtu pagi WIB), karena para pedagang mempertimbangkan kelebihan pasokan global dan permintaan moderat, seiring dengan laporan pekerjaan AS membantu mengangkat kontrak acuan AS.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni, naik 45 sen menjadi berakhir pada 58,93 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sedangkan kontrak minyak mentah Brent North Sea untuk Juni, patokan Eropa, turun 15 sen menjadi menetap di 65,39 dolar AS per barel di perdagangan London.
WTI dan Brent mencapai tingkat tertinggi 2015 pada Rabu lalu, kemudian merosot pada Kamis karena kekhawatiran baru atas kelebihan pasokan global.
"Anda memiliki situasi di mana minyak "overbought" dalam beberapa hari lalu, sehingga Anda pasti bisa membenarkan kemunduran pada kedua komoditas itu, tetapi Anda memiliki beberapa peristiwa di Amerika Serikat yang mendukung pasar," kata Bob Yawger dari Mizuho Securities.
Yawger mengatakan bahwa laporan tentang lapangan pekerjaan Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat, menunjukkan pertumbuhan pekerjaan yang kuat dan penurunan tingkat pengangguran menjadi 5,4 persen pada April, menyiratkan "beberapa permintaan" di AS, konsumen minyak mentah terbesar di dunia.
Selain itu, ia mengutip hitungan mingguan rig minyak aktif AS Baker Hughes, yang jatuh untuk 22 minggu berturut-turut, sebanyak 11 rig. Penurunan jumlah rig minyak aktif telah menyebabkan ekspektasi bahwa produksi minyak mentah AS akan jatuh dalam jangka menengah.
"Ini adalah dua peristiwa jelas Amerika, dan saya pikir itu mungkin alasan mengapa kita (minyak AS) lebih tinggi dan Brent lebih rendah," kata Yawger.
Gene McGillian dari Tradition Energy menunjukkan bahwa beberapa produsen minyak Amerika Utara mengatakan mereka akan mulai meningkatkan aktivitasnya bila harga WTI telah melamapui 65 dolar AS per barel.
"Meskipun ada harapan tingkat produksi akan jatuh, kami belum melihat itu terjadi secara signifikan," kata McGillian.
Sementara itu, sebuah laporan perdagangan Tiongkok yang buruk menimbulkan kekhawatiran tentang pertumbuhan di konsumen energi utama dunia itu. Data perdagangan Tiongkok yang diterbitkan Jumat menunjukkan impor turun untuk bulan keenam berturut-turut pada April, menunjukkan pelemahan berkelanjutan dalam permintaan domestik.
"Data perdagangan menunjukkan bahwa momentum pertumbuhan saat ini tetap lemah, mendesak untuk pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut," kata ekonom Nomura Zhao Yang dalam sebuah catatan. Demikian laporan AFP.
(Uu.A026)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015