Pokoknya saya menetapkan GKR Pembayun menjadi Mangkubumi sesuai "dawuh" (perintah). Lelakunya seperti apa ya saya tidak mengerti. Saya cuma "didawuhi" diperintah menetapkan ya saya tetapkan,"
Yogyakarta (ANTARA News) - Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Bawono X mengatakan penggantian nama GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi tidak berdasarkan niat ingin menjadikan putri pertamanya itu menjadi putri mahkota.
"Pokoknya saya menetapkan GKR Pembayun menjadi Mangkubumi sesuai "dawuh" (perintah). Lelakunya seperti apa ya saya tidak mengerti. Saya cuma "didawuhi" diperintah menetapkan ya saya tetapkan. Klasifikasi (pemberian gelar) seperti apa ya saya tidak berani, nanti saya salah karena memang tidak ada klasifikasi," kata Sri Sultan saat melakukan dialog dengan masyarakat mengenai sabda raja dan dawuh raja di Dalem Wironegaran yang merupakan kediaman GKR Mangkubumi, Jumat.
Sebelumnya pada Selasa (5/5), Sultan mengeluarkan "dawuh raja" yang berisi penggantian nama Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun (putri pertama Sultan) menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Hal itu selanjutnya menghadirkan polemik di kalangan adik-adik Sultan yang menduga sebagai upaya menjadikan putrinya sebagai penerus tahta.
"Nanti kita tunggu saja. Saya tidak mau melangkah sendiri. Kalau melangkah lebih dari itu berarti itu kepentingan saya. (padahal) saya hanya menjalankan "dawuh" (perintah) dari Gusti Allah melalui leluhur," kata dia.
Kendati demikian, Sultan menjelaskan bahwa prosesi pemberian gelar baru kapada GKR Pembayun dilakukan dengan meminta putri pertamanya itu duduk di atas "Watu" atau Batu Gilang.
Sementara, Watu Gilang merupakan batu singgasana Panembahan Senopati. Dimana raja-raja Keraton Yogyakarta sebelum bertakhta harus melalui prosesi duduk di atas batu tersebut.
"Prosesnya GKR Pembayun berjejer dengan adik-adik dan saudara-saudara lain. Saya minta maju dan saya tetapkan (pemberian gelar baru). Dengan menetapkan itu, dia berhak duduk di Watu Gilang," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015