Jakarta (ANTARA News) - Departemen Perdagangan akan memperketat aturan ekspor timah batangan, dengan hanya mengijinkan ekspor kepada pemegang kuasa pertambangan atau rekan kerjasamanya agar mutu produk dapat terjaga, sehingga mendapatkan harga yang baik. "Ekspor kita tidak memenuhi syarat, sehingga negara lain yang mendapatkan keuntungan dari nilai tambah olahan produk kita," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Diah Maulida, di Jakarta, Selasa. Menurut Diah, aturan tersebut akan dikeluarkan setelah peraturan perizinan dari Departemen ESDM keluar. "Kalau sekarang ini ada 35 smelter (peleburan) yang punya kuasa penambangan legal saja yang bisa ekspor. Tapi ini tidak akan jadi monopoli BUMN pertambangan, karena telah banyak investor masuk yang sanggup berproduksi dengan kualitas 99,85 persen," ujar Diah. Kadar timah batangan yang bisa diperdagangkan di pasar internasional adalah 99,85 persen, namun yang diekspor belum memenuhi aturan tersebut, sehingga negara pengimpor seperti Thailand, Malaysia dan Singapura dapat menentukan harga jualnya. Selain mengatur ekspor timah batangan, pemerintah melarang ekspor pasir timah sejak 2002, namun ternyata diselundupkan ke luar negeri melalui perdagangan antar pulau. Indonesia merupakan penghasil timah terbesar ketiga di dunia setelah China dan Peru. Indonesia juga merupakan eksportir timah terbesar mengingat dua negara penghasil timah lainnya hanya memproduksi untuk kebutuhan negaranya sendiri. Dengan demikian, menurut Diah, Indonesia seharusnya dapat menentukan harga jual timah batangan. Untuk itu, Depdag berencana akan merintis dibentuknya Jakarta Tin Market (Pasar Timah Jakarta). "Saya sudah meminta Bappepti agar mempelajari Jakarta Tin Market. Menurut kami, Bappepti yang bisa. Tidak akan bicara setahun dua tahun beres, tapi kita harus mulai merintis,"jelasnya. Selain itu, Depdag juga sedang membuat aturan pelarangan ekspor pasir daratan untuk alasan keselamatan lingkungan, sementara ekspor pasir laut tetap dilarang. (*)

Copyright © ANTARA 2006