Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Ahmad Hanafi Rais menilai Komisi Pemberantasan Korupsi akan "salah alamat" kalau merekrut atau menjadikan anggota TNI sebagai bagian dari kerja lembaga antikorupsi tersebut.
"UU TNI (UU No. 34 Tahun 2004) tidak mengatur dan memberi wewenang sama sekali soal TNI masuk dalam ranah non-militer," ujar Hanafi Rais di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, apabila ada anggota Tentara Nasional Indonesia bergabung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka lembaga pemberantasan korupsi itu akan menciderai profesionalisme TNI.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki memaparkan beberapa posisi kosong di KPK yang ditawarkan pada publik dan dapat diisi oleh berbagai kalangan mulai dari akademisi, penegak hukum, dan PNS.
"Posisi yang kosong itu Direktur Penyidikan, Direktur Pengawasan Internal, Biro Hukum, dan Biro Humas," ujarnya melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis (7/4).
Selain itu ada pula beberapa posisi yang akan kosong antara lain Deputi Penindakan yang saat ini dijabat Warih Sardono, karena ia akan kembali ke Kejaksaan Agung untuk mengikuti pendidikan di Lemhannas.
"Deputi Pencegahan juga akan kosong karena Pak Johan Budi jadi pimpinan (KPK)," tutur Ruki.
Ia menyatakan bahwa posisi-posisi tersebut sudah ditawarkan baik ke universitas-universitas, lembaga penegak hukum, kementerian dan lembaga, serta kepada publik.
"Kalau ada yang berminat silakan apply melalui website KPK," ujarnya.
Terkait dengan posisi Sekretaris Jenderal (Sekjen) yang disebut-sebut akan diisi oleh anggota TNI, Ruki berpendapat bahwa tidak ada salahnya jika ada anggota militer yang bergabung dengan KPK asalkan orang tersebut benar-benar memenuhi kompetensi dan direkrut berdasarkan proses seleksi yang sama dengan kandidat lainnya.
(A063/T007)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015