Di Sumut misalnya, ada 30 pabrik karet terancam tutup dan petani sudah tidak merawat tanamannya lagi,"

Medan (ANTARA News) - Harga ekspor karet alam Indonesia jenis SIR 20 mengalami penurunan menjadi 1,5 dolar AS pada tahun 2015 atau menurun 300 persen dibandingkan harga pada 2011 yakni 4,5 dolar AS.

Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Edy Irwansyah di Medan, Kamis, mengatakan, harga karet ekspor yang bertahan cukup rendah tersebut sangat meresahkan petani, pengusaha, dan industri "crumb rubber".

"Di Sumut misalnya, ada 30 pabrik karet terancam tutup dan petani sudah tidak merawat tanamannya lagi," katanya.

Menurut dia, keresahan petani, pengusaha, dan industri crumb rubber tersebut muncul karena harga jual yang didapatkan sudah di bawah harga produksi.

Harga bahan olah karet yang hanya sekitar Rp5.000 per kg juga sudah jauh di bawah biaya produksi yang dikeluarkan petani.

"Kalau tidak juga bergerak naik, bisnis karet di Indonesia akan terancam stagnan dan itu memberi dampak besar bagi Pemprov Sumut maupun nasional," katanya.

Menurunnya harga ekspor tersebut mulai menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan berupa anjloknya penerimaan devisa dari golongan barang itu.

Ironisnya, kata dia, harga jual ban kendaraan belakangan ini masih belum berpengaruh atau ikut turun dengan harga jual karet yang anjlok.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut Wien Kusdiatmono menyebutkan, devisa dari karet dan barang dari karet Sumut pada triwulan I tahun 2015 turun 35,48 persen.

Dari 453, 894 juta dolar AS di triwulan I tahun 2014, devisa golongan barang itu pada periode sama tahun ini tinggal 292,832 juta dola AS.

"Meski tetap memberi kontribusi terbesar kedua dalam penerimaan devisa Sumut, sumbangannya semakin kecil atau 16,01 persen dari total devisa Sumut triwulan I yang mencapai 1,829 miliar dolar AS," katanya.

Pewarta: Evalisa Siregar
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015