Bisa dibayangkan seandainya moratorium jadi sedangkan PNS yang kompeten masuk masa pensiun otomatis posisi kosong itu diisi alumni K1 dan K2 yang diragukan kualitasnya apalagi kita akan memasuki periode MEA akhir tahun ini,"
Jakarta (ANTARA News) - Pakar Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol Universitas Gadjah Mada dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) Agus Dwiyanto mengungkapkan permasalahan Pegawai Negeri Sipil di Indonesia adalah kompetensi bukan jumlahnya.
"Rasio Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penduduk kita masih wajar bahkan bisa dikatakan lebih bagus dibandingkan negara Asia lainnya hanya permasalahannya adalah kompetensi," kata Agus seusai acara launching dan bedah buku yang berjudul Reformasi Birokrasi Kontekstual di Gedung Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jalan Veteran, Jakarta, Kamis.
Agus menjelaskan jika pemerintah ingin menyelesaikan masalah PNS maka pertanyaan besar yang harus dijawab pemerintah adalah bagaimana caranya mempercepat arus keluar aparatur sipil yang tidak kompeten tersebut dan memperbesar penggantinya dengan yang lebih pantas.
"Pemerintah harus berani menghentikan penerimaan PNS dari K2 yang kebanyakan direkrut tidak berdasarkan kecakapan namun lebih banyak pada nepotisme dan mau dibayar rendah," ujarnya.
Agus mengungkapkan dari data yang mereka miliki jumlah PNS yang saat ini sekitar 4,5 juta jiwa sepertiganya direkrut melalui jalur K1 dan K2 yang diperparah dengan rencana moratorium lima tahun ke depan sangat beresiko pada tingkat kompetensi aparatur sipil.
"Bisa dibayangkan seandainya moratorium jadi sedangkan PNS yang kompeten masuk masa pensiun otomatis posisi kosong itu diisi alumni K1 dan K2 yang diragukan kualitasnya apalagi kita akan memasuki periode MEA akhir tahun ini," katanya.
Cara menghargai pegawai K1 dan K2, menurut Agus tidak harus dengan mengangkatnya jadi PNS, bisa dengan tetap mempekerjakan mereka seandainya masih diperlukan dan juga memberikan upah yang manusiawi. "Setidaknya sesuai UMR yang berlaku," ucapnya.
Dia menambahkan, yang jadi pemicu masalah kompetensi tersebut adalah pelatihan PNS di Indonesia yang minim. Dari data yang dimilikinya, Agus mengungkapkan PNS Indonesia hanya mendapatkan satu kali pelatihan untuk 26 tahun yang berbanding terbalik dengan negara lain.
"Itu dari data training rate kita pada tahun 2013, PNS kita dalam 26 tahun hanya dilatih satu kali. Beda jauh dengan Singapura yang 100 jam per tahun. Ini luar biasa artinya kita tidak pernah memperhatikan kualitas," ujarnya.
Sekedar diketahui, Tenaga Honorer kategori 1 (K1) merupakan pegawai yang upahnya dibiayai langsung oleh APBD atau APBN. Tenaga honorer yang masuk K1 sesuai dengan Permen PAN-RB Nomor 5/2010, adalah tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintahan terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Januari 2005, secara terus menerus dan memiliki peluang langsung diangkat menjadi PNS.
Adapun Tenaga Honorer K2 adalah tenaga honorer yang diangkat per 1 Januari 2005 dan tidak mendapat upah dari APBD/APBN. Untuk tenaga K2 apabila ingin diangkat menjadi PNS harus mengikuti tes seleksi terlebih dahulu.
Selain itu, tenaga honorer yang diangkat selepas kurun 2005-2008 termasuk ke dalam tenaga honorer kategori 3 (non-kategori). Peluang tenaga kategori ini menjadi PNS tampaknya jauh lebih sulit dibandingkan dua kategori sebelumnya.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015