"Upaya penyitaan ini sebagai langkah penegakan Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam, kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Nusa Tenggara Barat (NTB) Widada kepada wartawan di Mataram, Kamis.
Ia menyebutkan, 29 ekor satwa dilindungi tersebut meliputi 13 ekor landak (Hystrix brachyuran), satu ekor kasuari glambir ganda (Casuarius casuarius), lima ekor kakatua (Cacatua galleria), lima ekor kakatua raja (Probosciger atterimus), tiga ekor cikukua tanduk (Philemon buceroides), satu ekor rangkong (Anthacoceras convexus) dan satu ekor dara mahkota (Gaura cristata).
Aparat BKSDA NTB bekerja sama dengan tim penyidik dari Kepolisian Daerah (Polda) NTB, melakukan penyitaan satwa dilindungi tersebut setelah memberikan peringatan kepada pemiliknya untuk membuat izin konservasi pemeliharaan satwa dilindungi pada 2010. Namun, tidak diindahkan.
Pengelola Puri Mas Village juga diberikan surat peringatan sejak dua bulan lalu, namun tidak direspon juga.
Widada mengatakan bahwa pemilikan dan pemeliharaan ilegal satwa dilindungi undang-undang merupakan tindakan pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam.
"Sanksi bagi siapa yang dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap satwa dilindungi adalah pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta," ujarnya.
Saat ini, kata dia, tim penyidik BKSDA bekerja sama dengan tim penyidik Polda NTB masih melakukan pengembangan lebih lanjut terhadap pemilikan satwa dilindungi undang-undang tersebut.
Terhadap satwa dilindungi hasil sitaan, lanjut Widada, akan dilakukan penanganan khusus berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/Menhut-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar.
"Khusus untuk dua jenis satwa endemik NTB, yakni landak dan tiga ekor burung cikukua tanduk akan dilepaskan ke alam, sedangkan yang lainnya akan dititipkan di BKSDA Bali agar bisa mendapat pemeliharaan yang bagus," katanya.
Pewarta: Awaludin
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015