Tulungagung (ANTARA News) - Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, akhirnya menginstruksikan penarikan buku bahasa daerah "Wasis Basa" yang ditengarai mengandung konten pornografi pada salah satu artikelnya.
"Sudah kami tarik. Itu berdasarkan pemeriksaan tim editing dinas pendidikan," kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung Suharno di Tulungagung, Senin.
Tidak hanya melakukan penarikan buku penunjang mata pelajaran bahasa daerah tersebut, Suharno juga memerintahkan tim penyusun untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Suharno mengakui pihaknya sedikit kecolongan karena tidak memeriksa teliti konten buku bahasa daerah Wasis Basa yang sudah terlanjur beredar di seluruh SD se-Tulungagung.
"Materi yang ada dalam buku sebenarnya tidak ada yang salah. Namun, ada bacaan yang kurang tepat karena menyajikan materi tentang reproduksi," ujarnya.
Dalam artikel cerita berjudul "Dewi Lara Amis" yang termuat di halaman 22 hingga 23, kata Suharno, terdapat penggunaan kalimat yang dirasa tidak tepat untuk bacaan anak SD, yakni kalimat "ngetokake banyu syahwat" (mengeluarkan air syahwat/mani).
Kalimat itu terdapat dalam paragraf ke dua baris ke tiga pada artikel bacaan berjudul Dewi Lara Amis tersebut.
Kalimat lain yang juga memicu protes sejumlah guru bahasa daerah berbunyi "iwak sing mangan banyu syahwate" (daging yang menelan air syahwat/maninya), terdapat dalam paragraf empat baris ke empat dan lima.
"Saya pikir karena buku itu tingkatannya nasional, pasti baik. Namun kenyataannya masih ada yang kurang cocok. Kami sudah menarik buku itu," tegas Suharno.
Buku Wasis Basa merupakan buku wajib yang diinstruksikan Dinas Pendidikan Tulungagung untuk siswa kelas VI SD.
Setiap sekolah pun membeli buku itu meski banyak yang mengeluh harga terlalu mahal dibanding buku penunjang yang sudah ada.
Harga buku beragam antara Rp50 ribu hingga Rp59 ribu per-eksemplar.
Setelah dibeli, buku lantas digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Saat itulah diketahui terdapat satu bacaan berjudul Dewi Lara Amis yang kurang tepat bagi siswa SD.
Sejumlah guru menilai bacaan tersebut harusnya diperuntukkan untuk siswa dengan jenjang pendidikan lebih tinggi, karena terkandung konten terkait masalah sistem reproduksi manusia.
Keberadaan bacaan itu membuat banyak guru bahasa daerah mengalami dilema dalam memberi penjelasan/pengertian pada siswa yang menanyakan arti bacaan tersebut.
"Ini pelajaran Bahasa Jawa. Kalau materi itu dimasukkan dalam mata pelajaran biologi bagian reproduksi mungkin masih cocok," kata salah seorang guru yang tidak mau disebut namanya.
Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015