"15 persen itu 'baseline', besaran ke atasnya bisa 20 persen dan seterusnya," kata Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto di Jakarta.
Harjanto mengatakan, angka 15 persen ditentukan agar tidak ada upaya-upaya pelarian tarif, namun beberapa produk yang tidak diproduksi di dalam negeri, tarifnya akan disesuaikan.
"Tapi kalau yang berpotensi untuk pelarian tarif, kami samaratakan pagarnya. Tentunya kami akan secara selektif dan lihat, yang terpenting dari kenaikan bea masuk ini adalah untuk meningkatkan utilisasi produk baja nasional," ujar Harjanto.
Harjanto mengatakan, utilisasi industri baja nasional saat ini merosot hingga di bawah 50 persen, sehingga perlu sebuah kebijakan untuk mendongkraknya.
"Industri itu kalau utilisasinya sudah di bawah 50 persen sudah 'dying' (hampir mati). Kebijakan ini adalah 'obat penurun panas', selain beberapa upaya yang juga sedang kami lakukan," kata Harjanto.
Upaya lain, lanjut Harjanto, yakni Menteri Perindustrian Saleh Husin melayangkan surat kepada seluruh kementerian/lembaga termasuk gubernur dan pimpinan BUMN pusat dan daerah untuk menggunakan produksi dalam negeri.
"Bahkan di dalam surat itu juga disampaikan bahwa pemerintah dalam hal ini Kemenperin bersama BPKP akan melakukan audit khususnya bagi proyek-proyek yang menggunakan APBN," ujar Harjanto.
Harjanto berharap dimulainya penggunaan produksi dalam negeri ini bisa optimal untuk membantu utilisasi industri, tidak hanya di baja, tapi di semua sektor yang ada.
"Umumnya utilitas untuk sebuah industri itu 70 persen. Kami berharap bisa mendorong ke arah sana," kata Harjanto.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015