...kalau nama (pelaku) kriminal jadi beasiswa, tentu kurang pantas."

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan perguruan tinggi Australia tidak pantas memberikan beasiswa sarjana kepada warga Negara Indonesia dengan menggunakan nama terpidana mati kasus narkotika.

"Tentu kurang pantas, orang yang melaksanakan kejahatan di Indonesia diberi nama untuk beasiswa. Apalagi karena yang dihukum mati itu karena kejahatan," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin.

Wapres mengatakan penganugerahan beasiswa seharusnya menggunakan nama tokoh-tokoh terhormat, bukan dengan nama pelaku kriminal apalagi kejahatan tersebut di Indonesia.

"Kalau orang-orangnya terhormat, katakanlah ilmuwan atau pahlawan Australia, pasti Indonesia setuju. Tapi kalau nama (pelaku) kriminal jadi beasiswa, tentu kurang pantas," kata Wapres.

Sebagai bentuk protes atas eksekusi mati terhadap terpidana kasus peredaran narkoba, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, salah satu universitas negeri di Australia memberikan beasiswa yang khusus diperuntukkan bagi dua WNI.

Australian Catholic University atau Universitas Katolik Australia menyiapkan beasiswa dengan nama duo Bali Nine tersebut berupa bebas biaya kuliah selama empat tahun bagi dua pelajar Indonesia.

Syarat untuk mendapatkan beasiswa tersebut adalah dengan membuat esai, yang menentang hukuman mati, bertemakan "Sanctity of Human Life" atau Kesucian Hidup Manusia.

Menurut Wakil Rektor Universitas tersebut, Greg Craven, pemberian nama Duo Bali Nine tersebut merupakan bentuk penghargaan bagi Chan dan Sukumaran.

"Sebagai universitas Katolik yang mengkampanyekan budaya hidup, kami menentang hukuman mati. Ini sebagai pengingat nasib Chan dan Sukumaran, maka ACU akan meluncurkan dua beasiswa bagi pelajar dari Indonesia untuk menempuh studi sarjana di jurusan apa pun di Kampus ACU," kata Craven.

Permasalahan narkoba di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan Indonesia sedang berupaya untuk memeranginya.

Berdasarkan data hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama Puslitkes Universitas Indonesia menunjukan bahwa angka prevalensi penyalah guna Narkoba kian meningkat dari tahun ke tahun.

Tercatat pada tahun 2004 terdapat angka prevalensi penyalah guna Narkoba sebesar 1,75%, lalu bertambah menjadi 1,99% di tahun 2009, dan terus meningkat hingga menginjak angka 2,2% pada tahun 2011 atau setara sekitar 3,8 sampai 4,2 juta jiwa.

Dengan kata lain, pada tahun 2011 saja sudah terdapat 3,8 sampai d 4,2 juta jiwa penduduk Indonesia yang merupakan penyalah guna Narkoba, dimana jumlah angka tersebut berada pada rentang usia 10 hingga 59 tahun.

Saat ini terdapat sekitar 40-50 orang meninggal setiap harinya karena Narkoba.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015