Kathmandu (ANTARA News) - Banyak warga terlihat memakai masker di Ibu Kota Nepal, Kathmandu, salah satu tempat yang paling parah diguncang gempa, sementara kondisi kebersihan memburuk sehingga meningkatkan resiko penyebaran penyakit setelah gempa bumi mengguncang Nepal.

Satu pekan lebih setelah gempa bumi dengan kekuatan 7,9 pada Skala Richter memporak-porandakan negara Himalaya itu, Dana Anak PBB (UNICEF) memperingatkan kesehatan dan kehidupan anak-anak di Nepal menghadapi ancaman. Sementara itu, banyak orang tak memiliki tempat tinggal, sangat terkejut dan tak mempunyai akses ke perawatan dasar.

Sementara musim hujan hanya beberapa pekan lagi, anak-anak akan menghadapi peningkatan resiko serangan penyakit seperti kolera dan diare, serta makin rentan terhadap ancaman tanah longsor dan banjir.

Kasus demam berdarah dengue, malaria dan ensefalitis Jepang dilaporkan sudah menyerang meskipun petugas kesehatan terus membersihkan reruntuhan dan menyemprotkan disinfektan di tenda sementara dan berbagai kamp di Ibu Kota Nepal.

Bijay, anak lelaki yang berusia 12 tahun, menjual masker di dekat Bundaran Durbar, yang bersejarah, di pusat Kota Kathmandu. Anak lelaki itu, yang juga memakai masker bekas, menanyakan pejalan kaki apakah mereka memerlukan masker.

"Hanya 10 rupee dan aman," kata Bijay, sebagaimana dilaporkan Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta, Senin pagi. "Sekolah saya ditutup akibat gempa dan saya memiliki usaha yang bagus hari ini."

"Rakyat takut terhadap flu babi setelah gempa sebab banyak orang asing telah mencapai bagian pedalaman negara kami," kata Bijay.

"Saya telah menjual sebanyak 55 masker kemarin dan usaha ini meningkat hari ini," ia menambahkan.

Sementara warga di Ibu Kota Nepal, yang pernah dipenuhi penduduk, berkumpul di tempat terbuka dengan hanya sedikit pakaian dan makanan yang terbatas, peluang penyebaran penyakit yang menular melalui udara dan air meningkat, demikian peringatan petugas medis profesional.

"Rakyat berada di lapangan di tempat terbuka sementara sampah bertumpuk di dekat mereka. Mereka tak memiliki masker. Mereka juga kekurangan makanan bergizi dan air minum sehingga bisa mengakibatkan ledakan penyakit menular," kata Girwan Timalsena dari Tribhuwan University Teaching Hospital.

Ibu Kota Nepal telah berantakan; puing bangungan yang runtuh dan sampah berserakan di jalan. Mie instan telah menjadi makanan yang mudah didapat buat banyak orang yang telah tinggal di luar rumah.

Bijay mengatakan saluran radio dan televisi menyarankan warga memakai masker agar aman dari wabah penyakit yang mungkin menyerang.

"Penjualan masker telah meningkat dua kali lipat," kata Sunil Kumar, yang juga menjual masker di dekat Tundikhel, salah satu kamp penampungan terbesar buat korban gempa.

Kathmandu telah menyaksikan arus warga yang kembali ke tempat tinggal mereka di desa, banyak di antara mereka khawatir Ibu Kota Nepal tersebut akan dicengkeram wabah penyakit.

Jumlah korban jiwa akibat gempa kuat yang mengguncang pada 25 April telah naik jadi lebih dari 7.200, sementara petugas pertolongan dan medis berjuang menghindari tragedi kedua seperti wabah kolera yang menewaskan ribuan orang di Haiti setelah gempa bumi pada 2010.

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015