Tokyo (ANTARA News) - Jepang mengeksekusi mati empat narapidana pada Hari Natal, termasuk dua narapidana yang berusia 70-an, seiring dengan berakhirnya masa 15 bulan penundaan pelaksaan hukuman mati. Eksekusi tersebut merupakan yang pertama kali di Jepang sejak September 2005, ketika seorang narapidana kasus pembunuhan dihukum mati. Waktu pelaksaanannya yang tepat pada Hari Natal mendapat kecaman dari sejumlah anggota komunitas Kristen yang populasinya satu persen dari penduduk Jepang. "Ini merupakan tindakan yang berlebihan. Natal adalah hari untuk menunjukkan rasa kemanusiaan," kata Makoto Suzuki, warga Kristen yang aktif menentang hukuman mati. Jurubicara kementrian kehakiman mengatakan, empat narapidana itu telah dieksekusi, namun berdasarkan kebijakan pemerintah identitas mereka dan tempat eksekusinya dirahasiakan. Menurut media Jepang, empat orang itu termasuk dua antaranya adalah narapidana tertua -- Yoshimitsu Akiyama (77) dan Yoshio Fujinami (75) yang terlibat kasus pembunuhan. Mereka di penjara di Tokyo. Dua lainnya adalah Hiroaki Hidaka (44) seorang supir taksi Hiroshima yang membunuh empat wanita, serta Michio Fukuoka (64), petani yang membunuh tiga orang, termasuk ayah dan saudara tirinya. Jepang memberlakukan penundaan atas hukuman mati yang diterapkan oleh mantan menteri kehakiman Sehiken Sugiura, yang menjabat dari Oktober 2005 hingga September tahun ini. Ia mengatakan, hukuman mati bertentangan dengan kepercayaan agama Budha. Tiga bulan lalu Sugiura diganti oleh Jinen Nagase saat Shinzo Abe menjadi perdana menteri. Jepang sering dikritik oleh masyarakat internasional karena hanya memberi sedikit informasi bagi terpidana yang akan dieksekusi, yang diduga untuk mencegah adanya naik banding pada menit-menit terakhir. Jepang juga dikritik karena pelaksanaan hukuman gantung itu dilakukan saat parlemen sedang reses, untuk menghindari perdebatan soal ini. Sesi terakhir sidang di parlemen adalah hari Selasa lalu, demikian AFP.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006