Bali (ANTARA News) - Masyarakat Bali mewarisi tradisi menyangkut seni budaya dan agama yang hingga sekarang tetap kokoh dan eksis dalam hidup keseharian masyarakat yang mengedepankan kearifan lokal dan perilaku bermakna sosial.
Generasi penerus leluhur orang Bali selama berabad-abad melakukan ritual dengan sikap tulus ikhlas dan keyakinan yang tinggi sebagai wujud menguatkan kualitas dedikasi dan pengabdian (sradha dan bakti) kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Umat tanpa perlu pikir panjang atau hirau mempertanyakan, mengapa harus seperti itu yang penting melakukan ritual sesuai petunjuk dan keyakinan. Itulah yang tercermin dari perayaan Hari Saraswati, hari lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), yang dilaksanakan di seluruh jenjang pendidikan di Pulau Dewata, Sabtu.
Pelajar mulai sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) hingga perguruan tinggi mengikuti persembahyangan bersama secara khidmat dan lancar.
Perayaan Hari Saraswati yang diperingati setiap 210 hari sekali (enam bulan) kali ini bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), yang sama-sama bermakna mengingatkan untuk memajukan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, tutur Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Dr. Ketut Sumadi.
Hardiknas ditetapkan untuk memperingati kelahiran Ki Hajar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan di Indonesia dan pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara adalah pahlawan nasional. Ia dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia.
Sedangkan Hari Raya Saraswati, umat Hindu melakukan pemujaan terhadap Dewi Saraswati, Dewa ilmu pengetahuan, manifestasi Tuhan Yang Maha Esa. Dewi Saraswati yang dipuja pada perayaan Saraswati yang jatuh pada setiap Hari Saniscara Umanis Wuku Watugunung merupakan lambang ilmu pengetahuan yang diibaratkan seorang wanita cantik berwibawa yang penuh arti simpati.
Dewi Saraswati memiliki empat tangan masing-masing memegang keropak yang melambangkan usaha mendalami ilmu pengetahuan, bunga teratai (lambang kesucian), genitri (belajar seumur hidup) serta alat musik (ilmu pengetahuan yang indah dan berirama).
Ilmu pengetahuan itu diibaratkan air jernih yang terus mengalir tidak terbendung. Jika ada orang setelah belajar menjadi merasa pintar, dan berhenti belajar, padahal masih banyak yang harus dipelajari dan menyerahkan ilmu yang dimiliki kepada Dewi Saraswati agar pemiliknya menjadi penuh wibawa, jauh dari keegoisan dan kesombongan, ujar Ketut Sumadi.
Mengenakan busana adat khas Bali, pelajar putra-putri dari semua jenjang pendidikan di Pulau Bali mengadakan persembahyangan bersama di sekolahnya masing-masing, tanpa melakukan proses belajar mengajar seperti hari biasa.
Patung Dewi Saraswati
Masing-masing lembaga pendidikan di Bali umumnya mempunyai Patung Dewi Saraswati, wanita cantik yang dipajangkan di halaman sekolah merupakan lambang dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi buruan dari setiap umat manusia.
Hampir setiap siswa memohon dan berdoa di depan patung Dewi Saraswati yang disucikan itu sambil menghaturkan sesajen serta dupa harum wangi.
Demikian pula di sekolah maupun rumah masing-masing pusaka suci dan buku-buku juga disucikan dan diupacarai. Persembahyangan dan berbagai prosesi ritual piodalan "Sanghyang Saraswati" dilaksanakan sebelum matahari condong ke barat.
Hari suci untuk memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa sebagai penguasa, pencipta serta pemelihara ilmu pengetahuan. Rangkaian janur, bunga kombinasi aneka jenis kue dan buah-buahan dipersembahkan sebagai simbol rasa terima kasih ke hadapanNya atas semua iptek yang diturunkan kepada umat manusia.
"Pelaksanaan pemujaan sebelum matahari condong ke barat, sesuai kepercayaan, bahwa kalau matahari telah condong ke barat, maka yang dipuja itu hanya aksara atau huruf semata," tutur Jero Mangku Semadi.
Namun saat mahahari di sebelah timur yang dipuja adalah "aksara yang hidup", orang Bali menyebut dengan nama Ongkara, aksara suci melambangkan Ida Sanghyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan pada malam hari hingga subuh diisi dengan pembacaan serta mendiskusikan masalah ilmu pengetahuan dan keesokan harinya Minggu,(3/5) dilanjutkan dengan "Banyupinaruh", yakni menyucikan dan menyempurnakan diri dengan ilmu pengetahuan, anugrah dari Ida Sanghyang Widhi Wasa.
Banyupinaruh itu dilakukan dengan mandi sekaligus mencuci rambut di laut pada pagi hari sebelum matahari terbit. Umat Hindu di Bali melakukan tradisi itu secara turun temurun dan penuh keyakinan.
Ilmu pengetahuan mampu mengembangkan akal pikiran manusia, sehingga mampu menjadi makluk yang paling utama di antara semua makluk hidup penghuni jagat raya ini.
Ilmu pengetahuan merupakan kekayaan yang kekal abadi, meski hidup miskin harta benda, namun bisa berbesar hati dengan ilmu pengetahuan yang berhasil melahirkan berbagai teknologi canggih.
Sikap dan tingkah laku yang lahir dari penghayatan dan pengamalan ilmu pengetahuan suci membuat seseorang dikenal sebagai orang mulia, termasyur. Orang yang berilmu, air mukanya selalu cerah, tenang serta bijaksana sehingga hidupnya tentram dan damai.
Jero Mangku Sumadi menjelaskan, tidak ada sesuatu dalam dunia ini dapat menyamai kesucian ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan menentukan merah birunya kehidupan. Oleh sebab itu memang logis leluhur orang Bali mengajarkan tentang Hari Saraswati hari lahirnya dan memuliakan ilmu pengetahuan.
Pada Hari Saraswati itu sekaligus melakukan introspeksi diri, sejauh mana kemajuan ilmu yang dimiliki telah membuat kehidupan ini lebih baik. Pada Hari Saraswati itu pula mesti ingat kembali pada ajaran "Sapta Timira", tujuh hal yang membuat pikiran manusia menjadi gelap.
Salah satunya adalah "guna" (kepandaian) yang dapat menyebabkan kegelapan dalam hidup, jika kepandaian dari belajar ilmu pengetahuan tidak diamalkan berdasarkan Dharma (kebaikan).
Demikian pula lembaga pendidikan sebagai wahana menimba ilmu pengetahuan, pada Hari Saraswati itu perlu melakukan evaluasi, sejauh mana telah berperan sebagai jembatan transformasi ilmu pengetahuan.
Apakah proses belajar mengajar yang dilakukan selama ini mampu menanamkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan dalam kehidupan masyarakat, sehingga orang tua tidak acuh tak acuh terhadap putra-putrinya.
Demikian pula orang Bali pada Hari Saraswati itu membiasakan diri melakukan "Dana Punia" yakni memberikan bantuan secara iklas kepada mereka yang terhempas dalam dunia pendidikan.
Pemberian "Beasiswa Dewi Saraswati" itu sangat penting artinya dalam menyukseskan pendidikan bagi setiap anak didik dalam era globalisasi dewasa ini, harap Ketut Sumadi.
Oleh Ketut Sutika
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015