Kalau saat ini kan kontrak tenaga kerja dengan individu, padahal jumlah TKI banyak. Maka dari itu kami berdiskusi bagaimana supaya kontrak ini tidak dengan individu melainkan kontrak dengan perusahaan agensi,"
Jakarta (ANTARA News) - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) ingin memperbaiki sistem penyaluran buruh migran ke luar negeri melalui agensi resmi, kata Kepala BNP2TKI Nusron Wahid di Jakarta, Kamis.
"Kalau saat ini kan kontrak tenaga kerja dengan individu, padahal jumlah TKI banyak. Maka dari itu kami berdiskusi bagaimana supaya kontrak ini tidak dengan individu melainkan kontrak dengan perusahaan agensi," kata Nusron usai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres.
Dia menjelaskan jika terdapat kontrak panjang dengan perusahaan, maka tidak akan ada hubungan langsung antara buruh migran dengan majikan.
"Nanti oleh perusahaan (agensi) ditransfer ke user (majikan, red). Jadi majikannya adalah perusahaan, hanya jasanya rumah tangga. Gaji dan kontrak dengan perusahaan," jelasnya.
Dia mengatakan selama ini hubungan kerja antara para buruh migran berlangsung dengan majikan.
"Selama ini tidak ada, hanya penyalur bukan pengelola. Jadi putus hubungan. Kalau begini kan kalau ada apa-apa harus bertanggungjawab," katanya.
Perusahaan yang menaungi para buruh migran hanya mengurus hingga mereka mendapatkan majikan. Setelah itu, perusahaan agensi melepas kontrak dengan para buruh setelah mendapat komisi.
"Misalnya, Zaenab berkontrak dengan Ahmad. Jadi, kalau ada apa-apa kita harus berhubungan dengan Ahmad. Agak repot memang karena jumlah TKI kita banyak," tambahnya.
Untuk dapat memperbaiki mekanisme penyaluran tersebut, lanjut Nusron, diperlukan pengaturan seperti peraturan pemerintah atau keputusan presiden.
"Semua ini butuh PP, maka saya ketemu Wapres karena beliau akan memfasilitasi dengan semua stakeholder, Menaker, Menlu," ujarnya.
Nusron menyampaikan dengan diberlakukannya sistem tersebut maka Malaysia dan Arab Saudi akan menjadi negara prioritas dalam mengimplementasikan mekanisme tersebut.
Hal itu disebabkan jumlah buruh migran Indonesia paling banyak berada di dua negara tersebut.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015