Perlu ada eksplorasi mendalam untuk mengetahui keberadaan Atlantis."
Jakarta (ANTARA News) - Benarkah Benua Atlantis layaknya cerita Plato dalam "Timaeus and Critias" di Laut Jawa? Pakar hidrologi Dhani Irwanto memperkirakan kebenaran hal itu, tepatnya pada kemiringan satu derajat turun dari Pulau Kalimantan.
"Plato menceritakan dataran Atlantis adalah dataran rata dan halus, serta turun menuju laut," ujarnya, usai peluncuran bukunya yang berjudul "Atlantis The Lost City Is In Java Sea" di Jakarta, Rabu.
Ia mengemukakan, Plato menyebut Atlantis berupa dataran yang dikeliling oleh pengunungan yang indah besar dan kecil, yang identik dengan Pegunungan Muller Schwaner dan Meratus.
Atlantis, menurut Plato, menghadap ke selatan dan terlindung di sebelah utara, berbentuk persegi dan lonjong sepanjang sekira 555 kilometer dan lebarnya 370 kilometer.
"Tanahnya subur, rakyatnya makmur, banyak sungai, kaya, dan banyak padang rumput," ujarnya, mengutip penggambaran dari Plato.
Dhani mengemukakan, saluran-saluran yang diceritakan oleh Plato merupakan sungai-sungai yang berasal dari Pegunungan Muller Schaner dan Meratus. Pada saat itu, Jawa, Sumatera dan Kalimantan masih bersatu.
"Sungai menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat," ujarnya.
Dia berpendapat, Atlantis merupakan pulau yang terletak di atas Pulau Bawean, yang kemudian tenggelam oleh gempa dan tsunami.
"Plato menyebut Atlantis terletak dalam sebuah selat yang mempunyai pelabuhan. Itu berada di Laut Jawa," katanya.
Ia pun menilai, Pulau Bawean adalah model dari Atlantis, yang memilki lingkungan, formasi geologi dan kegiatan tektokni yang sama.
Pulau Bawean dan Atlantis, dikemukakannya, terletak di Bawean, terbentuk di masa Paleogen dan Neogen melalui proses tektoknik yang disebabkan oleh patahan ekstensional di Laut Jawa dan Kalimantan.
Selain itu, ia menyatakan, Pulau Bawean terdiri dari 85 persen batuan beku. Batuan berwarna putih (asam), hitam (basa), dan merah (oksida besi) juga dijelaskan Plato.
Kota di Pulau Atlantis dalam catatan Plato, seperti dua cincin api, yang ditengah-tengahnya adalah kerajaan.
Beberapa jejak dari Atlantis yang masih tersisa, yakni Pilar Herkules yang merupakan penanda batas Atlantis. Herkules, menurut Dhani, identik dengan Kala atau Batara Kala dalam Bahasa Jawa yang berarti kelahirannya tidak senonoh, dan selalu ingin memuaskan selera, kasar, brutal, dan hidup dalam kekerasan.
Wajah Kala banyak ditemukan di pintu masuk candi, gerbang, di Jawa dan Bali, termasuk ornamen di perahu, jamu, padi, fauna, kelapa, kopi hingga tapai.
Bahkan, ia mengemukakan, istilah Dewa Poseidon yang berarti Dewa Laut, sama halnya dengan Dewa Baruna yang bermakna Dewa Air.
Meskipun demikian, Dhani belum bisa menunjukkan bukti otentik keberadaan benua atau Pulau Atlantis. Ia berargumen benua tersebut telah tertutup terumbu karang setinggi 60 meter.
"Perlu ada eksplorasi mendalam untuk mengetahui keberadaan Atlantis," katanya menambahkan.
Peneliti dari Brazil Prof Stephen Oppenheimer juga pernah menerbitkan buku mengenai analisisnya bahwa Atlantis ada di Indonesia.
Kemudian, Stephen Oppenheimer dalam "Eden in The East" menyebut bahwa Atlantis berada di Asia Tenggara.
Pewarta: Indriani
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015